Travel

Ingin Mendapatkan Kembang Desa, Ini Aturan Mainnya

Wartaevent.com – Belitung. Kepulauan Belitung, tidak hanya dikarunia alamnya yang mampu memikat wisatawan. Para gadisnya pun mampu menawan hati setiap lelaki yang bertandang ke negeri berjuta pelangi tersebut. Ini bukan cerita isapan jempol belaka. Tapi, pernah terjadi di Belitung.

Kecantikan gadis Belitung yang sampai memikat banyak lelaki ini pun mengharuskan setiap lelaki yang akan meminangnya harus bertarung terlebih dahulu agar mendapat restu dari kedua orang tua dan sang gadis pujan hati.

Dahulu, pada Kerajaan Badau, semasa pemerintahan raja pertama di Belitung, ada Bunga Desa dari Kelekak Galanggang yang saat ini menjadi Desa Mentigi, membuat banyak lelaki dewasa berhasrat untuk meminangnya. Terutama lelaki yang berilmu tinggi. Oleh karena banyaknya lelaki yang hendak meminangnya, akhirnya orang tua si bunga desa ini pun memutuskan agar saling bertanding ilmu menggunakan sebagai alat pemukulnya.

Penentuan sebagai pemenangnya pun sangat sederhana. Bagi lelaki yang menerima pukulan rotan di punggung paling sedikit, maka dialah pemenangnya. Dan, artinya lelaki dewasa tersebutlah yang berhak meminang si bunga desa tersebut. Ihwal ini pun menjadi tradisi di Belitung kala itu. Tradisi ini dinamakan Beripat Beregong.

Beripat Beregong, menjadi seni tradisi warga Belitung sekaligus sebagai salah satu atraksi wisata yang unik di negeri laskar pelangi. Penduduk setempat pun menyebut kesenian Beripat Beregong ini sebagai simbol kejantanan seorang lelaki dan sudah layak berumah tangga.

Beripat Beregong ini berasal dari dua kata yaitu Ripat dan Gong. Ripat dalam bahasa Belitung memiliki arti memukul, kemudian Gong—adalah alat musik pengiring dari kesenian tersebut. Tujuan awal permainan ini, selain untuk mempererat hubungan antar kampung, juga untuk memupuk sportivitas. Sekarang kegiatan ini dilestarikan dalam bentuk acara budaya dan seni.

Uniknya lagi, di setiap Beripat Beregong ini terdapat panggung yang cukup tinggi (Balai Peregongsn) yang tingginya antara 6-7 meter. Dimana dalam panggung tersebut berisikan beberapa orang yang memainkan alat pukul seperti gong, kelinang, tawak-tawak, gendang dan serunai. Alat pukul kesenian ini menjadi pengiring musik di setiap pertunjukan Beripat Beregong.

Dulu, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi setiap pemuda yang hendak mengikuti Beripat Beregong. Diantaranya adalah, Beripat Baregong di pimpin oleh seorang dukun kampung yang dibantu oleh juru pisah dan pencatat. Kedua pemain harus berasal dari kampung yang berbeda. Hal ini dilakukan agar tidak ada dendam usai permainan.

Setiap pemain Beripat Beregong harus membuka baju dari pinggang ke atas. Untuk melindungi bagian kepala ditutupi dengan dengan selembar kain. Tangan kiri dan kaki juga dibalut sebatas lutut dibebat menggunakan kain untuk menangkis pukulan lawan.

Aturan permainannya adalah tidak boleh menyerang dengan mengecoh, harus saling serang dan tidak boleh menyerang bagian kepala atau pun bagian pinggang ke bawah. Pukulan dianggap sah jika mengenai bagian belakang.

Sebelum pertandingan, rotan diperiksa dan diukur sama panjang, dibasuh dengan air jampi yang konon berkhasiat untuk menahan sakit karena walau terkena satu pukulan saja maka akan berbekas besar. Rasa sakit akibat pukulan akan dirasakan setelah sampai di rumah. Durasi permainan tergantung kebutuhan.

Beripat Beregong ini dapat dimulai setelah mendapat restu dari tetua adat. Dan, untuk penilaian, dilakukan dengan melihat siapa yang paling sedikit mendapatkan bekas pukulan maka dia lah pemenangnya. [Fatkhurrohim]