Profile

Anna Mariana, Tentang Tenun dan Songket sebagai Warisan Budaya Nusantara

Warta Event – Jakarta. Kecintaan perempuan bernama lengkap DR. Hj Anna Mariana S.H, M.H, M.B.A terhadap tenun dan songket sudah mendarah daging. Jalinan “asmara” Anna, begitu sapaan akrabnya, dengan batik sudah cukup lama, yakni 33 tahun. Hasil dari jalinan asmara ini menghasilkan menciptakan kain dan tenun songket bercitarasa Betawi.

Anna pun meningkatkan jalinan asmaranya ke tingkat lebih lanjut yakni akan membawa tenun dan songket sebagai waisan budaya nusantara. Langkah ini sudah dinyatakan dalam sebuah pertemuan dengan Bamus Betawi dan Pemuda Betawi 2000 yang berlansung di hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta.

Cukup unik jika menilisik kecintaan Anna terhadap Tenun dan songket. Sebab, rekam jejak hidupnya berprofesi sebagai konsultan hukum dan Law Firm Mariana & Partners. Yang artinya, sehari-harinya berkutat dengan lembaran-lembaran kertas berisi pasal-pasal dan etika hukum. Meski demikian, Anna memiliki kedintaan lain di ranah budaya yakni tenun dan songket yang telah menjadi kekayaan seni Indonesia.

Rasanya,msangatlah pantas, jika Anna Mariana ini dinobatkan sebagai tokoh dan pelopor perempuan yang sanggup menginspirasi dan mampu memberi inovasi baru terhadap budaya Betawi, melalui tenun dan songket yang ia kreasikan.

image

 

Anna, mengaku awal mulanya mencintai tenun dan songket Bali. Seiring waktu, Anna mampu menciptakan motif-motif tenun dan songket baru yang memiliki ciri khas dan corak tersendiri. Karya kain tenun dan songket Anna dirajut dalam beragam jenis benang, mulai dari benang emas, perak, katun, sutera hingga kombinasi.

Kini, Anna telah mendesain lebih dari 3000 motif, dan sebagian besar telah dipatenkan. Dalam mewujudkan karyanya, Anna membina dan mengerjakan lebih dari sejuta pengrajin di seluruh Indonesia. Mereka, kata Anna, memiliki keahlian dengan hasil karya bercita seni tinggi. Dan mereka, telah telah puluhan tahun berkarir dengan tenun, sehingga sangat piawai.

Dengan dana pribadi, Perempuan pemilik butik Marsya House of Batik Kebaya, Tenun, Songket & Acessoris di Pondok Indah ini memberikan perhatian lebih dalam hal modal kerja. “Tanpa bantuan dana dari pemerintah, saya mengikat mereka, dengan menyediakan modal kerja. Agar ada kepastian penghasilan buat mereka. Dan saya pun mempunyai kepastian, bahwa hasil karya mereka saya dapatkan telat waktu,” ungkap Anna.

Pada akhir tahun 2016 lalu, bersama Badan Musyawarah Betawi Anna mempelopori hadirnya tenun dan songket Betawi. Menurut Anna, dalam budaya masyarakat Betawi, belum pernah ada tenun dan songket.

“Yang ada hanya kain batik dengan motif kembang-kembang dengan selalu ada motif Ondel-Ondel ataupun gambar Monas. Produksi ini kemudian hanya kita kenal sebagai kain dari Batik Cap, Batik Tulis, Batik Printing dan bukan tenun yang terbuat handmade!,” urai Anna.

image

Anna Mariana yang juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Sejarah Kain Tenun Nusantara bersemangat mempelopori kelahiran tenun dan songket khas milik Betawi. Dalam soal design, misalnya, ia tetap mengangkat motif asli dan tidak menghilangkan ciri khas Betawi.

“Seperti kain yang saya dan suami pakai untuk acara Bamus hari ini terdapat motif Ondel-ondel dengan warna kuning sirih,” ungkap Anna yang meraih gelar Doktornya pada Januari 2017. “Sementara kain untuk para Abang dan None terdapat beragam motif, ada Bunga-bungan, Penari Cokek, Monas dan Kembang api!”

Menurut Anna proses pengerjaan kain songket dan tenun sangat khas dan memerlukan waktu lama. Terlebih untuk menghasilkan tenun kelas premium dengan menggunakan benang sutera. Proses pengerjaannya memakan waktu enam bulan bahkan sampai setahun.

“Diperlukan ketrampilan, keuletan, ketekunan dan kesabaran khusus. Karena menenun dengan menggunakan benang sutra itu rumit, oleh sebab itu pula harga songket menjadi mahal bahkan cenderung fantastis,” Anna menjelaskan. [Fatkhurrohim/photo by DSP]