Gerakan Literasi Digital Nasional 2021 Ajak Masyarakat Hadirkan Konten Kreatif Berpijak Kearifan Budaya Indonesia
WARTAVENT.com, Kabupaten Blitar – Melalui Gerakan Literasi Digital Nasional 2021 diharapkan masyarakat dapat mengembangkan literasi dan kecakapan digital dalam berbagai bidang seperti copywriting, Tangkas Digital dan Tular Nalar bersama Google, privasi digital dan keamanan siber, public speaking dan berbagai bidang menarik lainnya.
“Kecakapan digital harus ditingkatkan dalam masyarakat agar mampu menampilkan konten kreatif mendidik yang menyejukkan dan menyerukan perdamaian. Sebab, tantangan di ruang digital semakin besar seperti konten-konten negatif, kejahatan penipuan daring, perjudian, eksploitasi seksual pada anak, ujaran kebencian, radikalisme berbasis digital,” ujar Presiden Joko Widodo saat membuka program Literasi Digital Nasional, wilayah Kabupaten Blitar, (7/6/2021).
Loina Lalolo Krina Perangin-angin SGU, MAFINDO, Tular Nalar, mengatakan, budaya digital merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir (mindset) agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital. “Orang yang dapat bertahan bukan yang paling kuat atau pintar, tapi yang bisa beradaptasi,” tandasnya dalam webinar Literasi Digital yang berlangsung di Kabupaten Blitar, pada tanggal (7/6/2021).
Banyak tantangan yang dihadapi dalam budaya bermedia digital. Seperti mengaburnya wawasan kebangsaan, menipisnya kesopanan dan kesantunan, menghilangnya budaya Indonesia, media digital menjadi panggung budaya asing, dominasi nilai dan produk budaya asing, berkurangnya toleransi dan penghargaan pada perbedaan, menghilangnya batas-batas privasi, dan pelanggaran hak cipta dan karya intelektual.
Loina mengatakan, tantangan itu harus dihadapi sehingga dampak rendahnya pemahaman budaya bermedia digital, seperti tidak mampu memahami batasan kebebasan berekspresi dengan perundungan siber, ujaran kebencian, pencemaran nama baik atau provokasi yang mengarah pada segregasi sosial (perpecahan/polarisasi) di ruang digital.
“Serta tidak mampu membedakan keterbukaan informasi publik dengan pelanggaran privasi di ruang digital dan tidak mampu membedakan misinformasi, disinformasi dan malinformasi,” ujarnya.
Lajut Loina, dengan pahamnya aspek budaya yang melandasi setiap aktivitas di ruang digital berdasarkan nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, dengan mendukung toleransi keberagaman, memprioritaskan cara demokrasi, mengutamakan Indonesia dan menginisiasi cara kerja gotong-royong.
Dewa Ayu Diah Angendari, Tenaga Pengajar Departemen Ilmu Komunikasi UGM, menambahkan, perkembangan digital didasari data APJII terbaru, anak-anak secara keseluruhan menempati porsi 25.42% dari keseluruhan pengguna Internet di Indonesia. Namun mereka masih rentan terpapar cyberbullying, hoaks, ujaran kebencian, konten radikal, pornografi, kekerasan daring, penipuan daring, pencurian data, serangan siber, dan lain-lain.
“Untuk menghindari terpapar, ada baiknya orang tua mendampingi anak-anaknya saat bermain media dan juga bermain smartphone,” paparnya.