Event

Festival Melupakan Mantan Tarik Wisatawan Datang ke Jogjakarta

Warta Event, Jogjakarta– Festival yang mengusung nama agak terkesan main-main, lebay dan kekinian digarap dengan sangat serius. Sejak pertama digelar tahun 2015 dan kedua 2016, kegiatan yang digalang oleh Manggala Karya Ambuka Jagad ini dipenuhi ribuan peserta, bukan hanya dari Jogjakarta, tetapi juga daerah lain dan mancanegara.

PicsArt_02-16-11.08.41

Ini sebenarnya kegiatan budaya yang dikemas dengan gaya populer. Peserta diajak untuk move on dari bayang-bayang masa lalu. Tentu, bisa buat yang jomblo, bisa juga yang sudah punya pasangan. Peserta bisa mengobrol, saling curhat, dan doa bersama.

Kemudian, menulis testimoni dan harapan pada selembar kertas untuk dibakar dan nanti dilarungkan ke pantai mengikuti tradisi Jawa. Di samping  hiburan dan game, peserta diwajibkan mendonasikan barang-barang kenangan akan mantan untuk kegiatan sosial.

Istilah ‘mantan’ memang lagi mencuat pekan-pekan ini. Ini gegara seringnya salah seorang mantan presiden negara ini membuat cuitan di twitter-nya yang sangat menarik perhatian publik. Apalagi cuitan itu seakan ikut memanasi situasi negara yang sedang galau akibat kasus-kasus sensitivitas keagamaan dan nasionalisme.

Namun, tentu, kegiatan “Festival Melupakan Mantan” di Jogja tak ada sangkut paut dengan itu. Festival itu semata sebagai terapi bagi peserta agar lebih siap menapak ke masa depan, apalagi esoknya (14/2) masuk ke suasana Hari Valentine.

Kata ‘mantan’ pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Dr. Anton Moeliono, Kepala Pusat Bahasa (1984-1989) dan Ahmad Bastari Suan, dari Universitas Sriwijaya (1984). Kata itu dipungut dari kata ‘mantan’ bahasa daerah Basemah, Komening, dan Rejang di Sumatera, yang bermakna ‘tidak berfungsi lagi’ dan ‘manten’ dalam bahasa Sunda sebagai ‘orang yang sudah berhenti dari jabatannya’. Setelah menjadi bahasa Indonesia, ‘mantan’ dihadirkan sebagai padanan kata ‘eks’ dan ‘bekas’ yang dianggap peyoratif dan maknanya taksekadar terkait jabatan yang pernah diduduki.

Dalam perkembangannya kata ‘mantan’ pun seperti semaunya digunakan karena dianggap bisa mendampingi segala kata benda yang dianggap bekas atau sudah tidak dipakai lagi. Sebagai contoh, “mantan presiden’, “mantan gubernur”, “mantan direktur”, atau “mantan bos”, dianggap pantas karena terkait jabatan yang selesai disandang. Namun, tidak sopan kalau menyebut ‘mantan guru’ atau ‘mantan murid’. ‘Guru’ dan ‘murid’ itu status berkesinambungan, yang bisa saja terputus komunikasinya, tetapi hubungan emosional akan tetap ada sehingga takada kata selesai.