Konser Dream Theater Dimata Para Penggemarnya
Warta Event, Jogjakarta– Hal yang paling saya nikmati pada pertunjukan Dream Theater tadi malam adalah penampilan John Myung. Menyaksikan secara langsung dari dekat jari jarinya menari di 6 senar bass-nya adalah kepuasan tersendiri. Pembawaannya yang dingin saat menggendong 6 gawai senar, menyatu dengan tubuh dan geraknya yang luwes, seperti liukan tarian nan menawan.
Secara keseluruhan penampilan Dream Theater adalah sebuah konser musik rock yang nyaris tanpa cela. Seperti menyaksikan video clip pada album “Images and Words” dengan kejutan twist-twist yang terancang tepat.
Dan seperti yang saya sampaikan sewaktu lagu “Take the Time” dibawakan, saat LaBrie mengatakan sebelum membawakan lagu ini bahwa perjalanan 25 tahun album “Images and Words” adalah waktu yang lampau dan dalam sekejap spiritnya dibawa pada malam ini. Permainan lagu “Take the Time” ini benar benar saya nikmati.
Dibuka oleh dentuman bass John Myung yang mengelegar, dan selanjutnya mengalir. Saya dan semua penonton ikut menyanyikannya bersama, larut dalam emosinya. Tentu saja lagu favorit lain yng dibawakan mengaduk-aduk emosi. Seperti membawa kembali ke tahun 90an, saat banyak musik-musik berkualitas tinggi muncul pada era itu.
“Pull Me Under”, “Another Day” , “Surrounded” , “Metropolis” dan “Under a Glass Moon” yang dibawakan dengan presisi tinggi. Hanya saja pada lagu “Metropolis”, pada saat nada tinggi, laBrie tak sanggup membawakannya dengan twist nada rendah. Seperti komentar Yuli Purnomo Ajie bahwa harus dikenakan denda pada laBrie kalau suaranya “lari-lari”. Begitu juga dengan komentar sahabat saya Olien, mantan vokalis band Kurusetra, itulah Dream Theater, walau laBrie fals tidak terlalu mengurangi kita menikmati |agu lagu-nya, karena semua personelnya membawa daya tarik sama tinggi untuk diapresiasi.
Tapi terobati dengan sesi dialog panjang antara alat musik yang bersahut-sahutan, begitu juga solo drum oleh Mangini menjadi hiburan yang menyenangkan. Lighting sebagai pelengkap pertunjukan juga sempurna, menambah efek dramatis dari lagu-lagu yang dibawakan. Ga papalah di Stadion Kridosono, yang penting tetap disediakan musholla dan diperbaiki tempat wudhu-nya, sehingga lebih banyak lagi penonton yg sholat magrib pada saat jeda pertunjukan.
Jogjarockarta bukan hanya sekedar konser band-band musik legendaris, tetapi juga menjadi ajang reuni dengan teman-teman lama, yang sejenak melupakan segala perbedaan pandangan politik untuk melihat bahwa banyak hal lain yang dapat dinikmati dan disyukuri.
Ditulis oleh Arief Adhi Nugraha