Categories: TravelTravel Story

Begini Konsep Hospitality Para Leluhur Borobudur, Simak Filosofi yang Sudah Mulai Memudar

Salah satu prasasti yang ada di Omah Mbudur adalah arca dua penari yang usianya sama dengan Candi Borobudur, abad ke 7 atau 8. “Saya pun sudah ijin dari balai konservasi untuk memperlihatkan benda ini ke tamu, sebagai bukti sejarah,” ungkap Pak Nur.

Kawasan ini, lanjutnya, adalah hutan bambu. Menjadi tembang tepung gelang Candi Borobudur. Bahkan sampai saat ini Desa-nya masih ada namaya Brojonalan.

Baca Juga : Mudik dan Libur Lebaran Tahun Ini Diproyeksikan Terjadi Perputaran Uang Mencapai Rp240,1 Triliun, Simak Indikatornya

Kira-kira tembangnya seperti ini; ‘Brojonolo sun tingali, anak mbarep ing Mbekangan, ojo owah ing arane,’. Ngaran gunung Pademangan, itu pusat pemerintahan yang sekarang jadi Borobudur.

Gendingan wis keno. Jadi hidup harus selaras. Bokowanti kaliabon. Abon itu sari-sari yang digongso sampai jadi abon, Rojo kelon ing njligutan…’ Ini Namanya tepung gelang yang selalu dikisahkan dengan budaya tutur.

Jadi leluhur itu menuturkan tentang kisah-kisah Borobudur melalui tiga budaya yakni, Sandang, apa yang kita pakai, pakai batik ceplok ada yang batik kawung, itu gak bisa diplintir. Dipilih sandang supaya tidak diplintir dan pesan itu sampai.

Baca Juga : Singapore Cocktail Festival Kembali Digelar, 100 Koktail Dihadirkan Oleh 45 Bar

Yang kedua Pangan, dan Papan. Papan ini seperti candi, rumah, joglo, limasan, artefak ada stupa, gambar relief, terpahat gajah katakana gajah.

“Terakhir yakni Nada, seperti gending, saat bunyi gong, katakana gong. Karena kata-kata bisa diplintir. Ini yang membuat leluhur kami memakai budaya tutur bentuk,” urainya.

Sekarang ini tiga konsep tersebut sudah berubah, contoh, dalam kepemimpinannya budaya tutur, ing ngarso sun tulodo, ing madyo mangunkarso, tut wuri handayani.

Baca Juga : Maximus Tipagau, Ajak Warga Timika Menggalakan Kebersihan Lebih dari Sekedar Sadar Wisata

Selain tiga filosofi budaya tersebut, leluhur pun mengajarkan bagaimana melayani dan menerima tamu dalam tiga filosofi yakni; Gupuh, tergopoh-gopoh menyambut tamu dan memberi sesuatu, selanjutnya Suguh, apa yang dimiliki disuguhkan dan terakhir Lungguh, ada narasi ketika duduk dan ngobrol.

“ Jadi, dalam menyambut tamu itu tidak boleh dibiarkan, buka pintu sendiri, duduk sendiri dan ambil minum sendiri,” pungkas Pak Nur. [*]

Page: 1 2

Fatkhurrohim

Leave a Comment

Recent Posts

Makanan Menjadi Kanvas: Mang Moel Sajikan Impian yang Menggoda

WARTAEVENT.com – Jakarta. Ketika piring berhenti sekadar menampung makanan dan mulai bercerita, itulah momen yang ingin disajikan Mulyana—lebih dikenal sebagai… Read More

3 days ago

Dubes Phil Nathan Taula: Indonesia Adalah Mitra Penting di Kawasan Pasifik

WARTAEVENT.com – Jakarta. “Selama 10 tahun terakhir ini, peranan Indonesia di kawasan Pasifik semakin meningkat. Kita harapkan pengaruh Indonesia dirasakan… Read More

4 days ago

Kids Fashion Show Meriah, Claire Stevanie Jadi Jurinya

WARTAEVENT.com – Surabaya. Aura panggung sore itu terasa berbeda. Bukan hanya karena deretan anak-anak usia 6–9 tahun tampil percaya diri… Read More

4 days ago

Claire Stevanie, Generasi Muda Surabaya Siap Torehkan Sejarah Baru

WARTAEVENT.com – Surabaya. Satu lagi putri daerah siap unjuk gigi di panggung nasional. Claire Stevanie Sugianto, remaja putri asal Surabaya,… Read More

4 days ago

Café Brasserie Expo 2025 Suguhkan Sensasi Rasa dan Gaya

WARTAEVENT.com – Jakarta. Bertepatan dengan Hari Kopi Internasional, Panorama Media dijadwalkan menggelar pameran Café Brasserie Expo Indonesia (CBEI) 2025 pada… Read More

4 days ago

Fairmont Jakarta Tawarkan Paket Pernikahan Mewah Rp1,1 Miliar

WARTAEVENT.com - Jakarta. Pernikahan adalah momen sekali seumur hidup. Bagi pasangan yang mendambakan hari istimewa dengan sentuhan elegan, Fairmont Jakarta… Read More

4 days ago