Bgini Caranya Perangi Paham Radikalisme di Ruang Digital
WARTAEVENT.com – Makassar. Berkembangnya radikalisme di ruang digital disebabkan banyak hal dan sulit untuk dimusnahkan. Hal ini terjadi karena rendahnya pondasi agama. Oleh karena itu, diperlukan kepekaan, kecerdasan sosial, dan sikap berpikir kritis agar tidak terprovokasi paham radikalisme tersebut.
Hal tersebut menjadi pembahasan dalam webinar bertema “Tangkal Radikalisme di Ruang Digital”, Senin (25/7), di Makassar, Sulawesi Selatan, yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.
Hadir sebagai narasumber adalah Dosen Ilmu Komunikasi FISIP UNIMAL Kamaruddin Hasan; Korbid Media & Informasi LDNU Sulawesi Barat Shalahuddin; dan Fachruddin Palapa selaku Jurnalis Harian Berita Kota Makassar.
Dalam webinar tersebut, Kamaruddin Hasan menjelaskan bahwa dunia digital dapat juga menjadi ancaman keberagaman keharmonisan, toleransi, pluralisme, dan multikulturalisme bahkan dapat juga menjadi kekuatan baru bagi tumbuh suburnya radikalisme, ujaran kebencian, hoaks, dan lain-lain.
Kemudian, ia turut menjelaskan penyebab radikalisme di ruang digital yang sulit untuk dimusnahkan, salah satunya karena rendahnya pondasi agama, wawasan kebangsaan, Pancasila, dan nasionalisme.
“Kemudian, ada poin-poin kebersamaannya. Ada nggak setelah kita buat konten ini, kita share, bisa merusak tatanan kebersamaan. Apabila merusak, maka tidak usah di-share. Konten, tulisan, dan video yang kita buat harus ada kebersamaan,” tuturnya.
Terkait etika digital, Shalahuddin menggarisbawahi apabila polarisasi lahir dari paham keagamaan yang beredar dalam spektrum liberalisme, moderatism, dan konservatisme.
Hal ini disebabkan karena adanya kontestasi paham keagamaan dari ruang digital ke ruang sosial, dimana penyuluh agama akan bertemu masyarakat yang memahami agama berdasarkan unggahan-unggahan yang ada di media sosial, bukan dari sumber keilmuan yang jelas.
Di sesi terakhir, Fachruddin Palapa menekankan hak-hak digital bukan hanya sekedar hak, tetapi ada juga tanggung jawab, diantaranya seperti menjaga hak-hak atau reputasi orang lain serta menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat, atau kesehatan dan moral publik.
Fachruddin menambahkan, ada hak untuk berekspresi. Setiap netizen memiliki hak untuk berekspresi di ruang digital. Walaupun begitu, tetap ada batasan-batasan yang tidak diperkenankan.
Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.
Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Kalimantan dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan Komunitas Cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0. [*]