Borobudur, World Cultural Masterpiece
Warta Event – Yogyakarta. Saat berkunjung ke Borobudur, Presiden Jokowi langsung mengeluarkan tagline “Mahakarya Budaya Dunia” atau World Cultural Masterpiece.
Kemudian, Kementerian Pariwisata pun menggunakan desain Stupa candi Budha terbesar di dunia tersebut sebagai materi promosi di seluruh dunia. Mahakarya Budaya dunia, kekuatan karya budaya bangsa yang membuat Joglosemar dijadikan satu dari 10 destinasi prioritas.
Kenyatan ini pula yang melatarbelakangi Workshop Sosialisasi Kebijakan Kemenpar bagi Jurnalis di kawasan Joglosemar (Jogja, Solo dan Semarang) pada (04/05/2017) kemarin di Hotel Sheraton, Yogyakarta.
Edy Setijono, Direktur Utama PT. Taman Wisata Candi Borobudur Prambanan dan Ratu Boko (TWCBPRB) saat workshop mengatakan, mengembangkan Borobudur harus tidak boleh mendegradasikannya sebagai World Class Heritage. Borobudur harus diletakkan sebagai Inspiring Heritage.
Borobudur harus ditempatkan sebagai “living monument” atau “living museum.” Borobudur harus menjadi inspirasi peradaban. Kemenpar memang sama sekali tidak menyentuh zona 1, yang menjadi bidang garapan Kebudayaan. Juga tidak mengutak atik zona 2 dan 3 yang menjadi area Pemda. Tetapi kawasan itu masuk dalam wilayah koordinatif BOP Borobudur.
“Sebagai the big library civilization, khasanah perpustakaan peradaban. Harus digali content-nya. Karena Borobudur adalah pusat ilmu pengetahuan dan teknologi peradaban kita di zaman dulu,” ujar Edy Setijono.
Dalam konteks menjadikan Borobudur sebagai inspirasi peradaban, TWCBPRB selalu membuat tema tahunan dalam promosinya. Tema Sounds of Music yang diusung tahun 2016. Kemudian tahun 2017 ini mengangkat tema Fashion of Borobudur.
“Dari eksplorasi kami ternyata sosok perempuan yang terpahat di relief memiliki rambut rapi. Tak ada perempuan yang terpahat dengan rambut asal-asalan. Hair-stylist pada abad ke-7 ternyata sudah bagus sekali,” tambah Tyo, panggilan akrab Edy Setijono.
Ke depan tema yang diangkat Agriculture of Borobudur karena teknologi cocok tanam yang luar biasa bisa kita gali dari relief. Lalu berikutnya tema Transportation of Borobudur. Begitu seterusnya.
“Dengan cara ini, pecinta musik yang datang ke Borobudur akan menggali soal musik lebih banyak. Yang dari pertanian bisa belajar tentang teknologi pertanian masa lalu yang bisa dikembangkan di masa mendatang,” tandas pria yang pernah menjadi Direktur Dagadu ini.
Borobudur yang sudah diakui dunia merupakan sumber inspirasi. Namun, warisan masa lalu itu bukan untuk diagung-agungkan saja. Heritage, lanjut Tyo, harus menjadi sumber inspirasi untuk karya baru pada masa sekarang. Sebagai warisan budaya dunia (world class heritage) dengan logo Unesco, nilai Borobudur sangat luar biasa. [Wendi/Fatkhurrohim/photo by. Sendy]