Carousell: Ketika Era Barter Dibawa ke Ranah Marketplace
Warta Event – Jakarta. Menurut data dari Indonesia E-comerce Association (IdEA) bahwa industry E-comerce dalam 10 tahun terakhir tumbuh sekitar 17 persen dengan total jumlah usaha mencapai 26,2 unit. Sementara itu riset global dari Bloomberg menyatakan, pada tahun 2020 lebih dari separuh penduduk Indonesia akan terlibat di aktivitas e-comerce.
Seperti dikutip dari laman cnnindonesia, McKinsey dalam laporan bertajuk “Unlocking Indonesia’s Digital Opportunity” menyebutkan, peralihan ke ranah digital akan tumbuh mencapai US$150 miliar dolar pada tahun 2025.
Dan dalam laporan tersebut menyatakan, 73 persen pengguna internet di Indonesia mengakses internet melalui perangkat smart phone. Bahkan, angka ini diprediksi akan meningkat dalam lima tahun kedepan.
Adalah Carousell, platform bisnis marketplace dari Singapura mencoba merangsek ke pangsa pasar Indonesia. Marketplace yang mengusung tagline Sell in a Snap, Buy with a Chat ini memang unik bila dibandingkan dengan beberapa marketplace lain yang ada di Indonesia.
Carousell hadir dari sebuah adopsi gaya jual beli jaman tempo doeloe yaitu barter untuk kemudian diramu dan disajikan dalam marketplace dengan gaya tersendiri sehingga mampu menjadi pembeda dengan marketplace yang sudah ada.
MarcusTan, President & Co-Founder Carousell, mengatakan, ia melihat, banyak marketplace atau forum-forum jual beli yang masih rumit dalam bertransaksi. Carousell hadir untuk mempermudah para end user dalam mendapatkan suatu barang yang mereka cari. Cara pun unik. Hanya cukup dengan dibarter.
Oleh karena memiliki keunikan dan simpel untuk ditawarkan ke pelanggan, Markus pun menyebut bahwa platform marketplace yang ia bangun dapat berkembang pesat di Indonesia. Seperti halnya yang telah berkembang di beberapa Negara lain seperti Austrakia, Singapura, Taiwan, Hongkong, Filipina dan Malaysia.
Carousell yang masuk ke Indonesia pada 16 Desember 2014 lalu ini membangun kedekatan segmen pasar ke para komunitas-komunitas yang ada di Indonesia, serta menyasar generasi milineal yang selalu terkoneksi dengan internet di genggemannya.
“Visi dan misi kami adalah memperkenalkan jiwa entreprenurship di generasi milenial, agar mereka mau belajar berniaga atau berbisnis di jalur platform digital,” ungkap Marcus saat ditemui di Jakarta hari Jum’at (27/07/2018) kemarin, dalam event LSPR Communication Festival di fx Sudirman.
Lebih jauh lagi Marcus menerangkan, banyak cerita inspiratif dari para milenial dan para komunitas yang telah bergabung dengan Carousell. “Ada salah satu member Carousell yang bercerita mendapatkan penghasilan sebesar Rp30 juta per bulan. Jika dihitung rata-rata yang melakukan bisnis di Carousell ini penghasilannya Rp8 juta per bulan,” pungkas Marcus.
Semntara itu Fendy Winardi, Categori Manager Carousell Indonesia mengungkapkan, secara segmentasi pasar, Carousell tidak membatasi siapa pun personalnya. Namun pada akhirnya mayoritas member dari Carousell ini adalah anak muda, generasi milineal, yang selalu memegang gadgetdan fokus terhadapt perkembangan teknologi.
Sepaham dengan Markus, bahwa Carousell ini memang unik secara konsep. Sebab, seseorang yang memiliki barang dan dianggap tidak memiliki nilai jual dan tidak berguna ternyata di Carousell menjadi barang yang berarti dan bernilai.
Carousell sendiri di Indonesia terus tumbuh dan berkembang setiap tahunnya. Hingga saat ini telah ada sekitar 8 juta item barang dimana setengah dari angka tersebut telah laku terjual ke end user.
Salah satu indikator Carousell ini berkembang tak terlepas dari setrategi marketing yang memposisikan lebih besar ke para generasi milenial. Terlebih lagi konsep barter menjadi sesuatu yang baru bagi generasi tersebut.
Dalam aplikasi Carousell, setiap member dapat memperjualbelikan dan atau membarter barang-barang mereka dengan barang lain, mulai dari buku, pakaian, gadget, elektronik, smart phone, mobil bahkan rumah. Dalam platform marketplace Carousell ini pun tidak ada batasan harga.
Pada kesempatan tersebut, Fendy pun mengaku menemui kendala dalam membangun bisnis ini di Indonesia. “Kesulitan dalam bisnis ini lebih kepada menjelaskan konsep bisnisnya. Sebab ini kan produk dan konsep baru dalam platform bisnis digital,” pungkas Fendy.
Meski demikian, pihaknya sangat optimis bahwa marketplace Carousell ini dapat diterima dengan baik oleh generasi illenials Indonesia. Sama halnya dengan kesuksesan Carousell di beberapa Negara lain dimana Carousel itu ada.
“Tantangannya adalah bagaimana mensosialisasikan platform bisnis bukan hanya dari uang kemudian menjadi barang. Bahwa ada alternatif lain yaitu dari barang ke barang,” tutup Fendy kala mendampingi Markus CO Founder Carousell di Jakarta.
Sekedar info, bahwasannya Carousel adalah aplikasi marketplace ponsel yang membantu untuk menjual barang-barang sesederhana mengambil foto. Carousell mempunyai sebuah misi untuk membuat belanja online dapat diakses oleh semua orang sekaligus menciptakan komunitas yang aman, ramah dan saling membantu. Aplikasi Carousell dapat diunduh di Apple App Store dan Google Play Store. [Fatkhurrohim]