Event

Channel of Light” Presentasi Krisgatha Tentang Refleksi Cahaya

Wartaevent.com, Jakarta- TRANSITECHTURE bekerja sama dengan Galeri Nasional Indonesia menggelar Pameran Tunggal Achmad Krisgatha, ”Channel of Light”. Pameran digelar pada 6-23 September 2018 di Gedung D Galeri Nasional Indonesia. Pameran ini merupakan presentasi Achmad Krisgatha yang ketiga dalam sebuah pameran solo.

Dalam pameran ini, Krisgatha menyajikan tujuh karya instalasi yang dipresentasikan melalui guratan-guratan pancaran cahaya. Karya-karya tersebut merupakan karya mutakhir Krisgatha yang ia kerjakan dengan merekatkan berbagai pengaruh wacana dalam lintas disiplin ilmu, yang ia peroleh dari pengalaman hidupnya. Krisgatha merupakan lulusan pendidikan seni rupa yang pernah aktif sebagai ’aktivis seni jalanan’ dengan membuat karya seni di ruang-ruang publik. la juga pernah menjadi kurator seni rupa, penulis kajian musikmusik indie, redaktur majalah musik dan gaya hidup, hingga menjadi desainer dan konsultan seni. la merupakan seniman yang kerap bersinggungan dengan medium fotografi dan video.

Diungkap Kurator pameran Rizki A. Zaelani, dalam pameran ini Krisgatha tak Iagi ingin’menangkap’ rekaman gambar yang terjadi akibat peran cahaya (sebagaimana berIangsung dalam praktik fotografi dan video art). Krisgtaha justru ingin meraih daya dari potensi cahaya itu sendiri sebagai sebuah pengalaman yang lebih jelas dan utuh. ”Gagasan ’saluran cahaya’ (channel of light) sepertinya menjelaskan semacam ’belokkan’ (a turn) sikap serta posisi konseptual diri Krisgatha mengenai seni dan sikap penghargaan dirinya terhadap pengalaman hidup (realitas).

Karya-karya ini tak lagi membahasakan persoalan tentang: objek, benda, sosok, atau gambaran peristiwa tertentu, melainkan tentang ’menjadi ada diantara’ ekspresi karya seni sebagai sebuah kesatuan pengalaman.

“Krisgatha berusaha mewujudkan adanya semacam ’saluran bagi bekerjanya daya cahaya’ secara lebih optimal dan mewujud. Efek sorot lampu yang bekerja dalam karya-karya mutakhir Krisgatha ini tentu bukan dimaksudkan sebagai persoalan mengenay sinar (ray), melainkan soal tentang cahaya (light) atau ’keadaan’ ber-cahaya,” papar Rizki.

Lebih Ianjut Rizki memaparkan, berbagai saluran cahaya yang secara teknis nampak menempati ’bentuk-bentuk’ tertentu (yang umumnya bersifat geometrik) ini pada dasarnya adalah semacam titik wilayah, simpul, atau saluran bagi sebuah momen yang terdekat dari daya cahaya kepada publik yang menghampirinya (menikmatinya). Seseorang, tentu saja, bisa bergerak lebih jauh lagi untuk larut dan berada di kedalaman pijar cahaya yang sesungguhnya tidak berbatas. Momen estetis yang terkandung dalam sebuah ekspresi karya seni, dalam karya-karya mutakhir Krisgatha, menjadi momen pengalaman estetis yang lebih khusus lagi.

Krisgatha sepertinya hendak terus menggerakkan makna persoalan mengenai sebuah momen [kejadian] menjadi suatu pengalaman nilai yang disebut Bernard Berenson sebagai ’momen dari visi yang bersifat mistis”. ”Bagi saya, nilai pengalaman semacam ini bisa segera mengaitkan pengertian cahaya (light) sebagai ’nur’ (cahaya) dalam tradisi pemikiran Islam yang terkait erat pada makna eksistensial manusia di hadapan Cahaya Sang Khalik yang menciptakan, menghidupkan, dan menggerakkan segala sesuatu,” pungkas Rizki.