News

Chappy Hakim: “Wilayah Udara Bernilai Strategis

Serangan tersebut tidak hanya menenggelamkan armada kapal perang AS, tetapi juga menenggelamkan cara berpikir para pemikir militer AS tentang perang. Saat itu AS terlalu percaya diri bahwa ancaman tidak akan datang dari luar, apalagi melalui udara.

”Ketiadaan sistem perlindungan udara di Hawaii adalah kesalahan fatal yang membuka mata militer AS”, ujar Chappy Hakim.

Baca Juga : Forum Diskusi ICWA Membahas Situasi Terkini dan Masa Depan Kawasan Pasifik

Dari sinilah lahir konsep-konsep strategis baru: pembentukan Air Defense Identification Zone (ADIZ) di luar batas wilayah teritorial, pembangunan sistem peringatan dini (Early Warning System), dan sistem identifikasi kawan atau lawan (Identification Friend or Foe / IFF). Ketiga sistem tersebut kelak menjadi elemen utama dalam doktrin pertahanan udara modern.

Dari Perang Dingin ke 9/11: Perubahan Musuh dan Medan Tempur

Pasca Perang Dunia Il, Amerika Serikat dan Uni Soviet terlibat dalam Perang Dingin yang berlangsung hampir setengah abad. Ketegangan ini bukan hanya berlangsung di darat atau laut, melainkan juga di udara.

Akan tetapi, semua strategi itu diuji dengan peristiwa 9/11 tahun 2001. Kali ini bukan negara yang menyerang, melainkan sekelompok teroris transnasional. Empat pesawat sipil dibajak dan diarahkan ke target strategis di AS. Dunia terguncang. Sekali lagi terbukti bahwa wilayah adalah domain yang sangat rawan dan membutuhkan sistem pengawasan ekstra ketat.

Pasca tragedi tersebut, AS membentuk Department of Homeland Security, Transportation Security Administration (TSA), dan merekonstruksi sistem pengelolaan lalu lintas udara sipil-militer. Terbukalah bab baru dalam debat panjang tentang mana yang harus lebih diutamakan: aviation safety atau aviation security. Peristiwa 9/11 memberikan jawaban yang tegas bahwa keduanya tidak boleh dipisahkan. Keamanan adalah syarat mutlak keselamatan.

Air Battle Kashmir, Iran-Israel, dan Domain Perang Abad ke-21

Memasuki abad ke-21, dunia menyaksikan bagaimana pertempuran udara bukan lagi sekadar adu pesawat jet atau dogfight klasik. Dalam bentrokan udara antara India dan Pakistan di Kashmir, atau yang lebih mutakhir antara Iran dan Israel, teknologi telah mengubah wajah pertempuran. Tidak hanya pesawat tempur generasi kelima dan rudal hipersonik, kini drone otonom, sistem radar berbasis Al, dan perang siber memainkan peran utama.

Baca Juga : ICWA Menyelenggarakan Diskusi Tentang Kedekatan Indonesia dengan Pasifik

Konflik udara di Timur Tengah baru-baru ini memperlihatkan betapa sistem pertahanan seperti Iron Dome, David’s Sling, dan Arrow 3 milk Israel harus bekeria keras menghadapi rudal-rudal canggih Iran, beberapa di antaranya bahkan memiliki kemampuan manuver luncur akhir (terminal phase maneuvering).

Demikian pula sebaliknya, Iran mengembangkan sistem pertahanan udara seperti Bavar-373 dan jaringan radar pasif berbasis Àl untuk mendeteksi ancaman tanpa mengaktifkan sinyal radar aktif.

Cyber World: Domain Kelima dalam Konflik Modern

”Kini dunia memasuki era Cyber World – dimensi kelima setelah darat, laut, udara, dan ruang angkasa,” kata Chappy.  Disebutkan pula bahwa medan tempur udara tak lagi terbatas pada visual ranse atau within visual range (BVR), yang mengandalkan sensor canggih, sistem satelit, jaringan komando digital dan bahkan pengambilan keputusan oleh Algoritma.  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *