ITO 2026: Menavigasi Arah Baru Pariwisata Indonesia yang Lestari, Berdaya, dan Menguntungkan
Prinsip keberlanjutan tidak hanya diimplementasikan di level kebijakan, tapi juga diwujudkan dalam praktik bisnis sehari-hari. Di Artotel Group misalnya, pendekatan keberlanjutan diterjemahkan ke dalam strategi dan operasional perusahaan.
Eduard Rudolf Pangkerego, Chief Operating Officer Artotel Group, menegaskan pentingnya transformasi menuju praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab.
Baca Juga : Sambut World Tourism Day, Yuk Jelajahi Destinasi Wisata Berkelanjutan di Indonesia
“Sekarang di bursa efek, kami harus keluarkan ESG Report yang benar. Kami menyentuh green investment dan aktivitas yang lebih hijau, tidak hanya di green tapi juga blue economy. Untuk itu, kami meluncurkan program The Art of Goodness. Selain mengejar profit, kami juga bertanggung jawab terhadap people dan planet,” kata Eduard.
Menurutnya, keberlanjutan tidak bisa hanya menjadi slogan. Setiap pelaku industri perlu memastikan operasional bisnisnya memberi manfaat bagi masyarakat sekitar dan menjaga lingkungan.
COO Eduard menekankan, bahwa keseimbangan antara profit dan tanggung jawab sosial merupakan bentuk nyata pariwisata berdaya dan menguntungkan.

Praktik keberlanjutan di level bisnis juga berperan penting dalam memperkuat daya saing destinasi. Sejalan dengan itu, Yudhistira Setiawan, SVP Corporate Secretary Injourney, menyampaikan bahwa kekuatan Indonesia bukan hanya pada jumlah destinasi tetapi pada keunikan pengalaman yang ditawarkan.
“Indonesia memiliki aset pariwisata terbesar di Asia Tenggara, tetapi angka kunjungan kita masih tertinggal dibandingkan Thailand dan Malaysia. Untuk itu, setiap destinasi perlu memiliki positioning yang jelas dan berdaya saing,” ujarnya.
Baca Juga : Yuk Berkenalan dengan Desa Wisata Balleangin di Kabupaten Pangkep yang Unik dan Eksotik
Yudhistira menjelaskan bahwa Injourney kini berfokus pada pengembangan lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) yaitu Borobudur, Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, dan Likupang. Lima pilar pengembangan yang menjadi acuan mencakup atraksi dan program, konektivitas, infrastruktur dan amenitas, pariwisata berkelanjutan, serta people and hospitality.
Pendekatan ini diharapkan menciptakan ekosistem pariwisata yang inklusif, produktif, dan ramah lingkungan.
