Jangan Sampai Jejak Digital Membawa Sial
WARTAEVENT.COM, Kab. Malang – Saat ini sebagian pengguna ruang digital masih kurang mempedulikan jejak digital dari konten negatif yang mereka torehkan dan bisa membawa dampak buruk di kemudian hari.
“Memang benar, jejak yang kita tinggal di ruang digital mungkin masih bisa dibersihkan. Namun ingat, tidak semua jejak itu menjadi hilang, karena di ruang digital ada data cadangan yang tersisa dan kapan saja bisa ditarik kembali,” kata Novianto Puji Raharjo, Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam IAI Dalwa, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (19/10/2021) pagi.
Ia mengatakan, dalam sistem ruang digital jejak kita selalu terekam selamanya dan bakal tersimpan. Pengguna juga waspada, berhati-hati ketika melakukan sesuatu di dunia digital, terlebih menorehkan sesuatu yang buruk atau negatif.
“Misalnya, memberi komentar negatif saat mengakses media sosial, hal seperti ini bisa menjadi harimaumu di masa datang. Jejak digital bisa membawa sial,” tegasnya.
Ia menyarankan para pengguna media digital meminimalisir terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan demi melindungi jejak digitalnya. Salah satunya tidak mengumbar data pribadi.
“Biasakan batasi jenis data pribadi, jangan diumbar, jangan sekali-kali mengunggah informasi sensitif atau data pribadi seperti KTP, SIM, Passport, PIN dan lainnya di media sosial,” katanya.
Di satu sisi, penting untuk menyediakan diri membaca berbagai syarat dan ketentuan aplikasi, media sosial yang kita gunakan sehari-hari. Maksudnya, ketika ada opsi untuk tidak merekam jejak digital dan membagikannya ke pihak ketiga, pengguna bisa memilih opsi tersebut agar jejak digitalnya aman.
Ia juga mengingatkan tiap tweet yang di-posting di Twitter, setiap pembaruan status yang dipublikasikan di Facebook, dan setiap foto yang dibagikan di Instagram berkontribusi pada jejak digital pengguna.
“Makin banyak interaksi di ruang digital, makin banyak juga jejak digital yang dibuat,” katanya.
Tak hanya jejak digital. Novianto menegaskan, media sosial juga memiliki algoritma yang membuat terjadinya echo chamber atau ruang gema yang berbahaya dalam konteks menjaga ruang digital tetap sehat. Lebih-lebih saat banyak orang kini menjadikan media sosial sebagai rujukan utama dalam mencari informasi.
Era digital dan globalisasi meniadakan berbagai batasan, namun satu sisi juga perlahan membuat ruang-ruang pribadi dalam komunitas majemuk di dunia maya yang berisi warganet yang memiliki pemikiran dan keyakinan yang sama dan cenderung membicarakan hal senada.
“Inilah echo chambers atau fenomena terciptanya sekat-sekat antarkomunitas,” cetusnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur, Selasa (19/10/2021) pagi, juga menghadirkan pembicara, Wahyu Widodo (Commercial Animator & Ilustrator), Aryo H Notowidigdo (Founder & CEO Sajiwa,id), Muchammad Abdul Ghofur (Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Tribhuwana Tunggadewi), dan Adinda Adia Putri (Medical Doctor) sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. BerlAndaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.