Kepingan Jejak Sejarah Indonesia di Pantai Morotai
Dengarkan aku bercerita
kata laut padaku siang itu
Akan kuceritakan sebuah sejarah
Dimana aku adalah saksinya
Tentang berpuluh pesawat yang melintasi langitku dan kapal yang melintasiku
Tentang sekelompok tentara yang turun dipantaiku dengan senjata ditangan mereka
Tentang derap sepatu mereka yang memberi tahuku tentang keyakinan mereka
Bahwa kemenangan berpihak pada mereka
Tawa diwajah mereka seakan membaui kemenangan diudara
Mereka benar, kemenangan turun bersama mereka
Tak mereka sadari bahwa mereka membawa kemerdekaan suatu bangsa.
Mendung menyambut saya dan ketiga teman saya saat sampai di museum Perang dunia II dan museum Trikora (Tri Komando Rakyat) yang baru saja selesai di renovasi. Tiga tank TNI bekas perang yang masih menyisakan kegagahan masa lalu menyambut kami. Tampak diantara dua museum monumen Trikora berdiri gagah dengan berlatar belakang laut lepas.
Mungkin tak banyak diantara kita yang tahu bahwa kemerdekaan Indonesia di mulai dari pulau kecil ini, Pulau Morotai. Tempat tentara Sekutu pertama kali mendarat di Indonesia, untuk melucuti Jepang setelah Sekutu menjatuhkan Bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada perang dunia ke II. Disinilah pertama kali Jepang menyerah dan memicu Indonesia untuk memplokmirkan Kemerdekaanya.
Baca Juga : Pulau Kanawa, Di Atas Langit Bertabur Bintang Di Bawah Laut Menjadi Rumah Mewah Kawanan Ikan
Di museum ini tersimpan berbagai bukti sejarah saat perang seperti senapan, peluru dan pakaian para Jendral. Baik dari pihak sekutu maupun Jepang. Saya berdiri cukup lama untuk membaca kisah Takamura, seorang prajurit Jepang yang melarikan diri ke hutan saat pasukan Jepang kalah dari sekutu. Ia terus bersembunyi dan ia baru ditemukan oleh penduduk Morotai 30 tahun kemudian dan ia tidak percaya bahwa perang telah usai.
Museum kedua adalah museum Trikora yaitu museum yang menceritakan sejarah usaha Indonesia membebaskan Irian Barat dari tangan Belanda. Berbagai dokumen dan foto terpajang dalam kotak kaca.
Yang menyedihkan saya adalah walaupun museum ini belum dibuka secara resmi, tapi tampak tak terawatt. Sangat disayangkan. Debu tebal begitu tampak di setiap permukaan kaca.
Bukan hanya museum yang menarik perhatian Saya tetapi juga lautan lepas yang terbentang di belakang museum ini. Lautan yang membentang menuju Papua. Karena itulah pembebasan Irian Barat oleh TNI dimulai di pulau ini juga.
Baca Juga : Meko, Pasir Timbul di Tengah Laut Flores Timur
Dibelakang museum terdapat sebuah cafe terbuka untuk melepas dahaga setelah puas berkeliling museum. Saran Saya adalah jangan lupa untuk memesan pisang Goroho, yaitu pisang yang diiris tipis dan digoreng sehingga sedikit crispy dan dimakan dengan sambal roa.
Saya duduk dibawah pohon rindang tak jauh dari Cafe tersebut, tak bosan memandang ke kejauhan. Langit seakan memberikan Saya sebuah cerita dari masa lalu. Sekeping fragmen tentang sejarah suatu bangsa.
Di tempat inilah Jendral MacArthur dari pihak sekutu mendarat untuk melecuti Jepang. Saya seakan mendengar suara pesawat mendarat dan bayangan para tentara berjalan di pasir menuju tempat saya duduk saat ini.
Keindahan yang terbentang di depan mata. Membuat saya tak ingin beranjak cepat – cepat. Musik khas Indonesia Timur terdengar dari cafe terbuka mengiringi lamunan saya siang itu. Menjelang sore beberapa anak asyik bermain bola di tepi pantai.
Wajah sumringah mereka menggerakkan tangan saya untuk mengambil kamera dan mengabadikan mereka. Saat tahu bahwa mereka sedang difoto, mereka pun langsung berteriak girang “kakak, foto. foto lagi kakak,” ujar mereka sambil bergerombol di depan saya. Tak terlukiskan gembiranya saya, manakala melihat muka ceria mereka bergaya untuk difoto.
Baca Juga : Mandeh Mulai Menggoda Wisatawan
Usai mengambil foto, Saya putuskan untuk menyusuri pantai sambil menikmati udara sore. Pantai Morotai merupakan Pantai landai dengan pasir hitam. Beberapa kepiting kecil tampak sibuk berjalan hilir mudik dibawah kaki Saya.
Maksud hati ingin menikmati senja menjemput malam, pupus seiring dengan awan yang gelap menyelimuti pantai tersebut. Saya pun harus menelan kecewa tak dapat menikmati sunset. Tapi itu tak menghilangkan perasaan haru Saya atas pulau kecil ini. Pulau yang tak hanya menyimpan keindahan alam, namun juga menyimpan sejarah besar, sekaligus sebagai pintu gerbang kemerdekaan bangsa yang besar. [Teks & Photo by Ika Ginting]