WARTA EVENT.Com – Jakarta. Forum President Club Business pada hari Rabu (28/5/2025) telah menyelenggarakan diskusi tentang ”Upaya Meraih Peluang Bisnis di Era Kebijakan Tarif Trump”. Diskusi yang diprakarsai Pendiri sekaligus Ketua Jababeka Group, S.D. Darmono tersebut menghadirkan beberapa pembicara yang mewakili pemerintah, dan pebisnis.
Sebagai wakil pemerintah adalah Deputi Ketua BKPM Bidang Promosi Penanaman Modal /BKPM Nurul Ichwan. Kemudian mewakili pebisnis adalah Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia, Benny Sutrisno. Bertindak selaku moderator adalah Budiman Tanuredjo, Wartawan senior Harian Kompas.
Baca Juga : Forum Diskusi ICWA Membahas Situasi Terkini dan Masa Depan Kawasan Pasifik
Forum dihadiri oleh kalangan akademis, pengusaha bahkan beberapa perwakilan asing di Jakarta.
Dalam menyampaikan sambutannya, S.D. Darmono menyatakan pentingnya persamaan persepsi mengenai tindakan sepihak yang dilakukan oleh negara adidaya terhadap negara lain dan dampaknya terhadap Indonesia. Tindakan yang dilakukan Presiden AS Donald Trump tentang tariff telah menghentak dunia.
Pertanyaannya apakah hal ini membuat kita semakin berpikir sektoral atau sendiri-sendiri dalam menanggapi masalah tersebut, atau malah menumbuhkan kebersamaan untuk mengantisipasinya bahkan mencari jalan keluarnya.
Baca Juga : ICWA Menyelenggarakan Diskusi Tentang Kedekatan Indonesia dengan Pasifik
Darmono mengajak pemerintah, kalangan pengusaha, dan akademisi untuk berpikir bersama untuk mewudjudkan kesejahteraan rakyat. ”Diharapkan agar diskusi ini menginspirasi kalangan pengusaha dan pembuat kebijakan publik,” ungkap Darmono menutup sambutannya.
Pembicara pertama, Nurul Ichwan dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyampaikan pokok-pokok pemikiran sebagai berikut:
- Tarif Baru Trump ini terdiri dari tarif dasar sebesar 10% yang berlaku untuk semua negara. Kemudian ada tambahan (resiprokal) untuk negara tertentu yang dihitung berdasarkan setengah dari tarif yang negara tersebut kenakan pada AS. Jadi tarif dasar akan ditambahkan ke tarif resiprokal sebagai hasil akhir.
Ringkasan tarif AS yang diterapkan pada produk Indonesia adalah:
- 2 April 2025: Presiden AS mengenakan tarif resiprokal kepada Indonesia sebesar 32% dari basis tarif sebesar 10 % yang diterapkan AS kepada semua negara. Tarif reprokal ini ini berlaku mulai 9 April 2025.
- 9 April 2025: Presiden AS menunda penerapan tarif resiprokal selama 90 hari (hingga 8 Juli 2025) bagi negara-negara yang tidak melakukan retaliasi, termasuk Indonesia. Penundaan ini diumumkan setelah beberapa negara, termasuk Indonesia, memilih jalur negosiasi daripada balasan tarif. Namun, tarif dasar universal sebesar 10% tetap berlaku.
- 16-23 April 2025: Presiden mengutus delegasi RI ke AS (dipimpin oleh Menko Ekonomi bersama Wamenkeu, Wakil Ketua DEN) untuk melakukan negosiasi, dan telah bertemu dengan US Trade Representative, Secretary of Commerce, Secretary of Treasury, dan Director of National Economic Council. Kunjungan ini direspon positif oleh pemerintah AS.
- Tindak Lanjut Negosiasi, Pemerintah AS menugaskan USTR sebagai ketua negosiator dalam perundingan dengan Indonesia untuk melakukan pertemuan di tingkat teknis.
- Negosiasi akan dilanjutkan untuk menyepakati format, mekanisme dan jadwal dengan target waktu 60 hari dimana lebih awal dari tenggat waktu penundaan kebijakan tarif 90 hari. Selain itu, pembahasan teknis secara detail dan pembahasan draft awal perjanjian juga dilakukan dengan target dalam dua minggu.
- Indonesia perlu melihat comparative advantage dari kenaikan tariff ini. Peluang RI untuk take over tariff cukup besar. Mengingat Vietnam dikenakan tariff lebih tinggi (46%) sedangkan Indonesia (32%), dan Thailand 36%. Komoditas RI yang terdampak adalah tekstil, alas kaki dan elektronik. Namun Indonesia mempunyai peluang untuk meningkatkan ekspor komoditas penting lainnya, yaitu: emas batangan, dan energi.
- Indonesia memiliki peluang besar dalam sektor baterai kendaraan listrik (EV). Dengan dukungan hilirisasi dan potensi sumber daya, sektor ini bisa menjadi pintu masuk memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global yang terdampak perang tarif.
Pembicara berikutnya, Benny Sutrisno selaku Ketua Umum Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia menyatakan hal-hal sebagai berikut:
- Perang tarif antara Amerika Serikat dengan China sudah menurunkan besaran tarif, tapi belum tahu kapan selesainya. Dalam situasi ini, koordinasi lintas lembaga seperti Kementerian Investasi dan para duta besar menjadi sangat krusial. Mereka berperan dalam diplomasi untuk mempercepat penurunan tarif serta menjembatani kerja sama antara pengusaha lokal dan mitra internasional.
- Pemerintah Indonesia diharapkan mengambil langkah aktif untuk menyeimbangkan perdagangan dengan Amerika Serikat. Salah satu strategi yang diusulkan adalah peningkatan impor dari AS untuk produk-produk strategis seperti gas, minyak bumi, dan gandum. Penyesuaian ini tak hanya untuk menjaga relasi bilateral, tetapi juga memberi sinyal positif dalam menjaga stabilitas neraca perdagangan dan memperluas porto-folio komoditas secara taktis.
- Dalam era kebijakan proteksionis seperti saat ini, mengandalkan satu pasar ekspor adalah pendekatan yang berisiko tinggi. Diversifikasi pasar menjadi kunci untuk mempertahankan volume ekspor dan membuka peluang baru. Untuk pelaku usaha skala kecil dan menengah, bergabung dengan Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) dapat menjadi langkah strategis. GPEI yang telah memiliki jaringan di berbagai daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur siap membantu dalam proses edukasi, fasilitasi ekspor, serta pencarian buyer. Sementara itu, bagi perusahaan besar yang sudah mapan, langkah diversifikasi bisa langsung dieksekusi dengan mengandalkan sumber daya internal dan jejaring global.
Dalam sesi diskusi banyak pandangan yang beragam utamanya terhadap langkah yang dilakukan Pemerintah. Bagas Hapsoro dari Indonesian Council on World Affairs (ICWA) menyatakan bahwa Indonesia harus memanfaatkan posisinya di level regional dan multilateral.
DIsebutkan bahwa Pemerintah Indonesia menempuh beberapa strategi untuk menghadapi kebijakan tarif ini, seperti :
– Solidaritas Regional ASEAN: Indonesia mendukung Malaysia sebagai Ketua ASEAN untuk memulai dialog regional ASEAN dengan AS.
– Diversifikasi Pasar Ekspor: Pemerintah Indonesia mempercepat penyelesaian 16 perjanjian perdagangan bebas (FTA) untuk memperluas akses pasar dan memperkuat hubungan perdagangan internasional.
– Peluang Meningkatkan persaingan: Indonesia dapat meningkatkan kompetitifnya dengan memanfaatkan peluang-peluang strategis, seperti relokasi industri: Indonesia dapat menarik investasi di sektor manufaktur, khususnya elektronik dan otomotif, dengan mempercepat reformasi birokrasi dan regulasi.
Baca Juga : Menlu Sugiono Kukuhkan Kepengurusan ICWA 2025-2027 di Kantor Kemlu
Untuk itu negara-negara Asia Tenggara harus siap menghadapinya. Salah satu dampak dari persaingan Tiongkok-AS adalah penerapan kebijakan unilateral tariff oleh AS. Disrupsi rantai pasok, terutama produk teknologi tinggi seperti cip juga terjadi. Kiranya sangat tepat apa yang disampaikan Presiden RI Prabowo Subianto dalam KTT ASEAN di Kuala Lumpur, Senin (26/5/2025). ASEAN harus adaptif dan berorientasi pada hasil.
Hal lain yang perlu diketahui adalah produk pertanian Indonesia semakin menunjukkan kualitas dan hasil. Seperti contoh pada komoditas kopi.
Secara umum disampaikan bahwa produksi kopi Indonesia menunjukkan tanda-tanda kemajuan dan kualitas yang meningkat. Sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya.
Meskipun masih ada beberapa tantangan yang perlu diatasi, seperti: peremajaan Pohon Kopi: Pohon kopi yang menua perlu diganti untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas dan gangguan akibat perubahan iklim. Namun saat ini terjadi peningkatan kualitas dan produksi kopi.
Baca Juga : Pengurus ICWA Beranjangsana ke Menlu Sugiono
Diskusi yang dipandu Budiman Tanaredjo berkesimpulan bahwa di tengah perubahan kebijakan global, pengusaha Indonesia harus bersikap aktif, membangun jejaring yang kuat, serta jeli membaca peluang yang tercipta dari ketidakpastian.
Pemerintah dan pelaku usaha harus terus bersinergi untuk memastikan posisi Indonesia tetap kompetitif dalam peta perdagangan internasional, terutama di era kebijakan tarif AS dibawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. (*)
- Penulis : Nelson Silaban
- Editor : Fatkhurrohim