Merawat dan Memikat Tamu untuk Kembali Bermalam di Bali
wartaevent.com – Bali. Di masa pandemi Covid-19 Bali yang menjadi episentrum pariwisata Indonesia masih terpukul. Sejumlah destinasi masih lengang, beberapa hotel pun sepi pengunjung.
Restaurant dan bar hotel yang biasanya buka 24 jam dan selalu ramai seminggu lalu, (08/08/2020), di salah hotel di kawasan Denpasar tampak sepi. Hanya ada deretan bangku tak bertuan.
Baca Juga : Diantara Kintamani, Denpasar dan Seminyak
Bartender atau waiters pun tidak terlihat malam itu. Bahkan lampu penerangan pun tampak padam. Hanya petugas front office yang setia menjaga mejanya malam itu.
Tak hanya dikawasan kota Denpasar, di Seminyak dan Kuta pun merasakan hal yang sama. Weekend yang selalu menjadi hari favorite para pelancong ke Bali tidak terlihat hari itu.
Baca Juga : Sudah Tak Sabar Berkunjung ke Bangli, Perhatikan Syaratnya
“Bali masih sepi, gara-gara Corona, Pak. Mestinya jalan ini (Dari kawasan Denpasar ke Seminyak) selalu macet. Antrian kendaraan panjang, dan untuk sampai ke Seminyak atau Kuta biasanya 1,5 hingga 2 jam. Tapi sekarang lancar karena sepi,” terang pengemudi ojek online di hari Minggu (o9/08/2020).
Bali dan Adaptasi Baru
Berdasarkan big data sprinklr, ketika menggunakan keyword “Indonesia Tourism” itu bagus. Akan tetapi ketika memakai keyword Indonesia dan Covid sangat tidak bagus. Artinya, Indonesia masih dipresentasikan belum bagus ketika menangani Covid-19.
Hal ini disampaikan oleh Nia Niscaya, Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam sesi webinar Kampanye Indonesia Care (I Do Care) hari Jum’at (14/08/2020) kemarin.
Baca Juga : Cok Ace, Wacanakan Program “Work From Bali” untuk Turis Mancanegara
Nia menerangkan, peranan penanganan Covid-19 terhadap citra destinasi sangat berkaitan erat. Untuk itu perlu adanya upaya membangun kepercayaan diri secara terus menerus agar turis domestic maupun asing mau kembali lagi secara bersama-sama.
“Ketika ada poling di webinar tentang pilihan liburan, 70 persen responden memilih Bali. Ketika ditanya lebih lanjut hal apa yang paling dipertimbangkan ke Bali 80 persen menjawab mempertimbangkan penerapan protokol Cleanliness, Health, Safety dan Environmental Sustainability (CHSE) di destinasi wisata,” ungkap Nia.
Dimasa pandemik, protokol kesehatan berbasis CHSE nampaknya hal paling utama dibandingkan destinasi yang unik dan indah.
Akomodasi di Bali Terus Berupaya Hidup
Geroge Lahallo, General Manager Hotel Dafam Savvoya Seminyak dan Villa Savvoya Seminyak Bali mengatakan, sebelum dibukanya new normal local marketdan new normal domestic market bisnis perhotelan di Bali secara umum tidak bergerak.
“Tingkat hunian kami setelah New Normal Local Market & Domestic Market, dampaknya masih belum tampak,” terang George.
Baca Juga : Apakah Keahlian Housekeepers Masih Tetap Dibutuhkan Paska Pandemi Covid-19?
Jika menilik fakta selama 4 hari melakukan perjalanan di Bali hunian hotel memang memprihatinkan. Padahal, segala upaya adaptasi baru dan protokol kesehatan telah dipenuhi.
“Untuk memberikan kepercayaan terhadap pelanggan hotel dan villa, kami telah menerapkan seluruh kepatuhan terkait kebersihan, kesehatan dan keselamatan sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah pusat dan daerah,” urai George kembali.
Segala setrategi pun dikerjakan demi menaikan okupansi hunian. Bahkan, tidak hanya sales, general manager pun turut turun “gunung” menjemput calon tamunya di pusat perbelanjaan agar berkenan bermalam di hotelnya.
Baca Juga : HARRIS – POP! Hotels & Conventions Solo Melakukan Penanganan Kasus Covid-19 Sangat Ketat dan Sigap
Menyiasati hal ini sejumlah hotel di Bali pun melakukan efisiensi tenaga kerjanya. “Dengan berkurangnya bisnis selama masa pandemi, kami pun dengan sangat terpaksa melakukan efisiensi tenaga kerja hingga 90 persen untuk sementara waktu,” terang George prihatin.
Kondisi memprihatinkan pun tak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Kuta Paradiso Hotel. Sebelum Bali resmi dibuka untuk wisatawan, hotel ini tetap melayani beberapa tamu yang tidak bisa kembali ke negaranya masing-masing dengan membuka 10 kamar dari 250 kamar yang dimilikinya.
Menjaga Engagement dan Memberikan Awereness
Dewi Aliyah, Marketing Communications Manager Kuta Paradiso Hotel menjelaskan, kondisi saat itu hotel ini layaknya hotel yang mau dibuka (pre-opening), karena tingkat huniannya hanya bertahan di angka 3-4 persen dan tetap memberlakukan protokol kesehatan sesuai dengan anjuran pemerintah.
Baca Juga : Industri Perhotelan dan Restoran Didorong Agar Disiplin Terapkan Protokol Kesehatan
Meski bulan Agustus ini adalah musim libur sekolah di Australia, ternyata belum mampu mengangkat okupansi hotel. Padahal hotel ini kebanyakan tamunya adalah dari negeri Kanguru.
“Setiap bulan Agustus (sebelum pandemi) okupansi hotel kita selalu 100 persen. Karena memang Australia musim libur sekolah. Namun sekarang tingal angan-angan belaka,” Dewi, prihatin.
Melihat kenyataan ini jam kinerja hotel yang biasanya operasi selama 24 jam, demi efisiensi diberlakukan jam kerja kantoran atau office hours seperti di bagian front office dan reservasi. “Hanya tim keamanan yang tidak ada perubahan jam, tetap 3 shift,” tambahnya.
Baca Juga : Penuhi Standarisasi Adaptasi Baru, Saatnya Berlibur ke Kawasan Wisata Gunung Ijen Banyuwangi
Terkait upaya menjemput calon tamu dan kampanye protokol kesehatan, hotel ini pun tak kalah agresif. selain gencar melakukan promosi book now stay later juga telah membuat dan mensuplai video penerapkan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah ke seluruh tamu loyalnya.
Selain untuk tetap memberikan awereness juga menjadi salah satu cara untuk tetap melalukan engagement ke publik. “Perlu diketahui pula, bahwasannya kami pada tanggal 10 Agustus lalu telah melakukan verifikasi kembali tatanan kehidupan baru sebagai hotel yang telah menerapkan protokol kesehatan secara ketat,” pungkas Dewi. [*]
- Penulis & Editor : Fatkhurrohim
- Photo Utama : Freepik