Orom Sasadu Kontemporer: Tradisi Suku Sahu dalam Tafsir Zaman di Festival Teluk Jailolo
Julius Marau dalam sambutannya menyebut tema ini sebagai janji. Janji untuk menjaga warisan leluhur, sambil merawat masa depan melalui pariwisata berbasis budaya. “Kita tidak hanya melestarikan bentuk, tetapi juga menghidupkan makna,” ucap Julius.
“Dalam konteks pariwisata, kita tidak ingin menjadi sekadar objek tontonan. Kita ingin menjadi subjek yang memandu arah.”
Baca Juga : Moloku Kie Raha Gelar 34 Event Untuk Datangkan 11 Ribu Wisman
Pesan ini menegaskan bahwa masyarakat Halmahera Barat tak ingin budaya mereka direduksi menjadi sekadar pertunjukan eksotis. Mereka ingin budaya tetap hidup—mengalir dalam praktik sehari-hari, berbicara dalam bahasa anak muda, namun tetap sarat marwah leluhur.
Orom Sasadu Kontemporer membuka jalan baru bagi generasi muda untuk terlibat. Anak-anak muda Halmahera Barat diajak bukan hanya sebagai penonton warisan budaya, tapi menjadi pewaris aktif dan kreatif. Mereka belajar membaca adat sebagai identitas, bukan beban. Sebagai sumber inspirasi, bukan sekadar hiasan festival.

Konservasi budaya, dalam semangat festival ini, bukan berarti memfosilkan masa lalu. Tetapi menghidupkan kembali secara kreatif, kontekstual, dan berkelanjutan. Inilah tafsir kontemporer dari nilai-nilai Sahu yang menjadi pondasi identitas Jailolo.
“Semoga dari rumah budaya ini, suara kita menjangkau dunia, menyampaikan pesan damai, pesan cinta, dan pesan kearifan,” pungkasnya.
Baca Juga : “Ketika Indonesia Menari di Kontich” Belgia
Dalam dunia yang terus bergerak cepat, Orom Sasadu Kontemporer menjadi jeda yang mengingatkan: bahwa pembangunan sejati tidak pernah bisa dilepaskan dari akar. Bahwa masa depan justru tumbuh kuat ketika bersandar pada nilai-nilai yang telah teruji oleh zaman. (*)
- Editor : Fatkhurrohim