Pasar Karetan Tumbuh Bersama Komunitas Netizen Pariwisata
Wartaevent.com – Semarang. Semenjak Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menyarankan agar stakeholder pariwisata membuat destinasi wisata digital, komunitas netizen pariwisata langsung merespon dengan celat dan positif . Salah satu produk netizen ini adalah “Pasar Karetan” yang berada dalam kawasan Kota Semarang, Jawa Tengah.
Pasar Karetan ini sebagai bentuk representasi dari destinasi digital. Saat ini sudah ada 30 pasar digital yang ada di seluruh Indonesia. Dan pada akhir November tahun 2018 ini diharapkan sudah ada 34 pasar destinasi digital di seluruh Indonesia.
Hariyanto, Asisten Deputi Strategi dan Komunikasi Pemasaran I Kemenpar, hari ini Minggu (18/11/2018) di Pasar Karetan, Semarang, mengatakan, pasar destinasi digital itu adalah salah satu setrategi dari Kemenpar untuk menciptakan ruang aktivitas offline. Dan, Pasar Karetan menjadi bentuk percontohan pasar digital untuk di seluruh Indonesia.
“Destinasi digital adalah aktivitas online dari para komunitas netizen pariwisata. Dan ini di luar mainstream. Tantangan yang diberikan oleh Menpar adalah, cari tempat atau spot destinasi baru dengan cara digital. Jadi destinasi digital itu menciptakan destinasi-destinasi baru yang dipromosikan dan dikelola secara digital.” ucap Hariyanto.
Dapat dibayangkan, tambah Hariyanto, sebelum menjadi Pasar Karetan, lahan ini adalah hutan karet biasa, kemudian diciptakan sedemikian rupa oleh komunitas netizen, lantas disosialisasikan, dipromosikan, dan melibatkan masyarakat setempat untuk membuat aktivitas kepariwisataan juga aktivitas ekonomi di dalamnya, maka jadilah destinasi digital seperti ini.
Secara umum, pariwisata akan berkelanjutan manakala pariwisata dirasakan oleh masyarakatnya secara langsung. Pun begitu halnya dengan destinasi digital. Tolok ukur keberlangsungannya manakala masyarakat masih membutuhkan dan merasakan manfaatnya. Dan ini terbukti di Pasar Karetan yang hari ini genap telah berusia satu tahun.
Pasar digital seperti Pasar Karetan ini akan tumbuh dan berkembang manakala ada sinergi dengan seluruh komponen yang ada dalam pentahelix pariwisata yaitu, pemerintah, asosiasi, media, komunitas dan bisnis.
Awalnya, pasar digital ini belum memakai tolak ukur ekonomi terlebih dahulu, karena nanti akan dibuat tempat wisata yang bakal mendatangkan wisatawan. “Dan awalnya terbentuknya pun secara natural. Tidak ada yang dipaksakan. Sesuatu yang dipaksakan kelak akan bermasalah di kemudian hari,” jelasnya.
Pembentukan destinasi digital ini pasti awalnya mengalami kontroversial. Akan tetapi sudah terselesaikan. Ini, terang Hariyanto, sudah menjadi dinamika yang lumrah dan biasa terjadi. Buktinya, Pasar Karetan berkelanjutan dan terus meningkat.
Salah satu penjaja kuliner yang enggan disebut namanya ini mengatakan, Pasar Karetan selalu dibuka setiap hari Minggu dari pagi hingga siang. Pasar ini pernah tutup, akan tetapi pada lebih ke faktor darurat, seperti sedang ada perbaikan jalan, dan atau jalan yang dilintasi menuju Pasar Karetan sedang ada hajatan maka akan ditutup.
Ia menegaskan, bahwa keikutsertaannya sebagai penjaja kuliner tempo dulu ini gratis alias tidak dikenai biaya diatas lahan dengan luas ukuran kurang lebih 2X3 meter beserta dengan gubuk beratapkan anyaman daun kelapa ini. Konsep gubuk untuk setiap penjaja kuliner agar mengesankan seperti tempo doeloe, serta bagus untuk di foto oleh setiap pengunjung.
Ibu berbadan subur ini kembali menjelaskan, ada sharing profit dengan penyelenggara sebesar 15 persen dari setiap hasil jualannya selama setengah hari tersebut di pasar karetan. “Bersyukurnya, setiap jualan di Pasar Karetan selalu habis,” ujarnya yang memang memiliki kedai makanan ini.
Di tempat yang sama, Sarah, bersama dengan keluarganya dari Kota Semarang, mengaku tertarik dengan konsep Pasar Karetan. Sebab, dapat menjadi tempat liburan bersama keluarga, kemudian bagus untuk swafoto serta tidak jauh dari ia berasal.
Meski demikian, Ia menyayangkan tempatnya yang masih susah diakses dengan moda umum. Kebanyakan yang datang ke Pasar Karetan menggunakan kendaraan pribadi seperti mobil dan motor.
Dari tempat parkir mobil disediakan shelter (jemputan) berupa mobil odong-odong. Hargankuliner yang dijajakannya pun masih cukup terjangkau. Kemudian, alat transaksinya pun menggunakan koin berbentuk kertas. “Dan ini cukup unik,” pungkas Sarah. [Fatkhurrohim]