Pembajakan Film di Era Digital
WARTAEVENT.COM, Kab. Tuban – Pada era digital saat ini, penggunaan internet dan sosial media sudah menjadi hal biasa yang sering dilakukan sehari-hari. Internet memiliki beberapa fungsi, salah satunya adalah hiburan. Dalam mengisi waktu luang, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang menonton film kesukaan mereka bersama keluarga, teman, atau sendirian. Mereka menonton film tersebut dengan cara streaming di website-website resmi di Internet. Akan tetapi ada juga yang menggunakan website illegal untuk streaming film.
Darwin Tenironama, Managing Director IMS Hospitality Management Consulting, menerangkan, kemajuan teknologi pada era saat ini, era 4.0 membawa dampak positif bagi warga dunia maya, salah satunya pada bidang perfilman, kemudahan dalam mengakses situs streaming film di website resmi di internet seperti, Netflix, Amazon, BBC, Crunchyroll, dan lain-lain.
“Selain membawa dampak positif, kemajuan teknologi di bidang perfilman juga membawa dampak negatif, yaitu pembajakan film-film oleh oknum tidak bertanggungjawab. Film-film yang sudah memiliki hak cipta seharusnya dilindungi oleh undang-undang hak cipta. Akan tetapi sampai saat ini kasus pembajakan film-film yang berhak cipta masih marak dilakukan tanpa memedulikan hak cipta itu sendiri,” ungkap Darwin dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupatan Tuban, Jawa Timur, Kamis (9/9/2021).
Hak Cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan, sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Hak Cipta yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Ia menjelaskan, pelanggaran hak cipta pada dunia perfilman sebelumnya merupakan pembajakan film melalui kepingan cakram optic (CD), kepingan CD tersebut dijual secara bebas di mana saja, mulai dari pasar sampai tempat wisata.
“Seiring berjalannya waktu dan pesatnya perkembangan teknologi, pelanggaran hak cipta pada dunia perfilman banyak terjadi di internet. Para pelaku menyebarkan film-film hasil bajakan mereka melalui situs web dan dapat didownload,” katanya.
Ia juga menjelaskan, dahulu orang-orang akan mengantri di bioskop untuk menonton film yang baru dirilis. Akan tetapi semenjak maraknya pembajakan di dunia perfilman, cenderung memilih menunggu beberapa minggu atau bulan, dan men-download atau streaming di situs-situs illegal daripada menonton film di bioskop dikarenakan, lebih menghemat biaya.
Lanjutnya, penikmat film bajakan, memiliki moto “kalau bisa gratis, kenapa harus bayar”, dikarenakan mereka malas untuk membayar bulanan untuk film yang legal atau membeli film yang sudah berlisensi. Itu dikarenakan masyarakat Indonesia masih menganggap pelanggaran Hak Cipta terutama mengunduh film secara gratis tidak merupakan hal yang serius.
“Masih banyak orang yang melakukan dan tidak menyadari bahwa apa yang dilakukannya melanggar hak pemegang Hak Cipta. Kesadaran hukum masyarakat tentang hak cipta masih rendah sehingga upaya perlindungan dan penegakan hukum tidak berjalan dengan maksimal,” ujarnya.
Seperti kasus yang dialami situs film bajakan IndoXXI dan 2.300 situs illegal lainnya yang diblokir Kementerian Komunikasi dan Informasi (KOMINFO) yang bekerjasama dengan Video Coalition of Indonesia (VCI). Hasil dari pemblokiran ini adalah sekitar 55% perilaku menonton masyarakat Indonesia di situs illegal menurun dalam 10 bulan terakhir. Mereka juga melaporkan bahwa, situs download dan streaming bajakan mengalami penurunan sebesar 68% dari bulan Agustus 2019 sampai Juni 2020.
Menurutnya, banyak masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui efek samping dari mengakses website film illegal tersebut. Pencurian data pribadi penikmat film bajakan, merupakan hal yang mengerikan jika terjadi.
“Data kita akan disebarluaskan di seluruh dunia, dan akan menimbulkan tindak kejahatan. Walaupun masyarakat di Indonesia sudah mengetahui larangan-larangan menonton film bajakan, dikarenakan efek samping yang juga berbahaya bagi penikmat film bajakan. Akan tetapi dengan Hak Kekayaan Intelektual masyarakat yang masih rendah, membuat para penikmat film bajakan menjadi tidak peduli dengan efek samping dari menonton film bajakan di situs illegal,” terangnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Kamis (9/9/2021) juga menghadirkan pembicara Ir. Retno Ediwiyanti (Ketua MGMP IPA SMK Kabupaten Pasuruan), Bagus Nawoto Seno (Owner Nawoto Architect and Consullation), Dr. Moch Wahib Dariyadi (Dosen Multimedia Universitas Negeri Malang), dan Apsari Siwi Budi Bestari sebagai Key Opinion Leader.
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.
Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.