Saatnya Anak Muda Berbudaya dalam Bermedia Sosial
Generasi Z yang lahir berkisar 1997-2012 disebut Rayi Pirukya, cenderung kecanduan gadget karena lahir dalam era digital yang sudah mapan. Mereka tumbuh dengan smartphone, media sosial, dan internet yang merajai kehidupan sehari-hari.
“Gadget punya dampak buruk bagi siswa, yakni penurunan konsentrasi saat belajar, malas menulis dan membaca, penurunan kemampuan bersosialisasi, serta gangguan kesehatan, utamanya kerap pusing,” tutur Rayi.
Tidak hanya itu, Dedi Priansyah mengingatkan risiko cyberbullying di dunia digital. Adapun definisi cyberbullying adalah tindakan agresif, mengintimidasi, atau merendahkan seseorang melalui penggunaan teknologi digital seperti internet, media sosial, pesan teks, atau email. Dampak cyberbullying mulai dari depresi, cemas, malu, sulit tidur dan makan, masalah kesehatan fisik, bahkan terparah bisa sampai menyakiti diri sendiri.
Baca Juga : Berbekal Literasi Digital, Temani Anak Masuki Dunia Baru Internet
Perundungan digital ini, lanjut Dedi, tidak boleh didiamkan dan mesti dilawan. “Kalian bisa melaporkan melalui fitur ‘report’ di platform online. Selain itu, simpan bukti berupa tangkapan layar pesan, email, atau postingan cyberbullying. Satu hal lagi, hindari balas dendam karena hanya akan memperburuk keadaan,” ungkap Dedi.
Dari pengamatan dan pengalaman Kysahh, seseorang mudah melakukan perundungan di ruang digital, utamanya karena faktor anonimitas, atau kemudahan dalam menyembunyikan identitas. Itulah kenapa begitu banyaknya akun palsu di berbagai platform media sosial. Sumbernya bisa dari manapun, misalnya aplikasi berkirim pesan (chatting), gim, kolom komentar, hingga aneka forum digital.
Menurut Ninik Widayati, alih-alih menjadi korban, generasi muda semestinya menjadi garda terdepan dalam melawan cyberbullying. Generasi muda juga mesti mempelopori budaya digital yang positif. Mulai dari edukasi tentang jejak digital serta interaksi positif atau sopan bermedsos. Hal penting lainnya yakni menghargai keragaman pendapat dan latar belakang.
Untuk itu, Muhammad Ridha dalam paparannya, mengingatkan pentingnya budaya bermedia digital. Adapun budaya bermedia digital merupakan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari−hari.
Baca Juga : 4 Pilar Literasi Digital Agar Netiket Berjalan Masif
Nilai-nilai budaya tersebut dapat dijabarkan dalam lima sikap bermedia sosial berlandaskan Pancasila. Pertama, saling menghormati perbedaan kepercayaan di ruang digital. Kedua, memperlakukan orang lain dengan adil dan manusiawi di ruang digital.
Ketiga, mengutamakan kepentingan Indonesia di atas kepentingan pribadi atau golongan di ruang digital. Keempat, memberi kesempatan setiap orang untuk bebas berekspresi, dan berpendapat di ruang digital. Adapun nilai kelima yakni bersama-sama membangun ruang digital yang aman dan etis bagi setiap pengguna.
Baca Juga : Elemen Non Pemerintah Harus Turut Sukseskan Literasi Digital
Workshop Literasi Digital merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (*)
- Editor : Fatkhurrohim