Sekarang Saatnya Banjiri Ruang Digital dengan Konten Positif
Sementara itu, Jerry Sumampouw pemateri ketiga memaparkan topik tentang “Multikulturalisme dalam Ruang Digital”. Media mendorong masyarakat kita makin terbuka karena pertukaran informasi yang begitu cepat, komunikasi yang intens, dan sedikit menciptakan goncangan budaya.
Jenis multikulturalisme, antara lain akomodatif, otonomis, interaktif, isolasionis, dan kosmopolitan. “Anak muda relatif tidak mengalami kekagetan budaya karena mereka hidup langsung berinteraksi dengan dunia yang sifatnya kosmopolitan,” ujar Jerry.
Aan Anshori yang didaulat sebagai materi pamungkas membahas tema “#digitalsafety: Menganalisis Kasus Cyberbullying dan Cara Menghentikannya”. Perisakan (bullying) merupakan tindakan agresif seseorang dengan sengaja dan berulang kali, yang menyebabkan orang lain terluka atau merasa tidak nyaman.
Tipenya antara lain menggoda, panggilan nama, komentar seksual tidak pantas, ancaman, ejekan, meninggalkan seseorang secara sengaja, meminta seseorang tidak berteman dengan orang tertentu, menghembuskan rumor, dan mempermalukan orang di depan publik.
“Dampaknya adalah depresi dan khawatir, gangguan kesehatan, serta terganggunya produktivitas (akademik dan nonakademik),” jelas Aan.
“Apakah ada lembaga yang mengawal terkait unggahan atau kiriman konten yang kurang mendidik? Apakah pembuat konten yang tidak mendidik tersebut sudah ditegur?” tanya Nuraini Hendrawati kepada Nur Evira Anggrainy.
“Memang ada lembaga yang mengawasi. Tetapi, tidak semua konten tersebut terdeteksi. Itu sebabnya, sebagai generasi muda, mari kita hadang konten-konten negatif tersebut dengan konten-konten positif. Ini kerja kita bersama,” jawab Nur Evira Anggrainy.
Program Literasi Digital mendapat apresiasi dan dukungan dari banyak pihak karena menyajikan konten dan informasi yang baru, unik, dan mengedukasi para peserta. Kegiatan ini disambut positif oleh masyarakat Sulawesi. [*]