Sigofi Ngolo: Ritual Sakral dari Teluk Jailolo yang Menyatukan Manusia dan Alam
Sigofi Ngolo: Warisan Leluhur Sejak 1250 Masehi
Dalam suasana akrab, Sultan Achad Sjah mengisahkan bagaimana Sigofi Ngolo bukan sekadar seremoni, melainkan wujud hubungan harmonis antara manusia dan alam. Ritual ini telah dijalankan sejak tahun 1250, sejak berdirinya Kesultanan Jailolo. Hingga kini, semangatnya tak pernah padam.
“Sigofi Ngolo adalah permisi kepada alam. Kita percaya, sebelum manusia menginjakkan kaki atau memanfaatkan alam, harus ada niat baik dan doa agar tak terjadi hal yang tak diinginkan,” jelasnya penuh filosofi.
Baca Juga : Borobudur Sambut 40 Ribu Umat Buddha untuk Perayaan Waisak 2025, InJourney Hadirkan Festival Lampion
Kesultanan Jailolo dikenal sebagai penguasa teluk. Ini berbeda dengan Ternate dan Tidore yang disebut sebagai penguasa gunung. Perbedaan ini menegaskan bahwa tiap wilayah adat di Maluku Utara memiliki dimensi spiritual dan geografis yang unik—dan ritual mereka pun berakar pada elemen alam yang mereka junjung.

Yang menjadikan Sigofi Ngolo begitu kuat bukan hanya nilai spiritualnya, melainkan juga partisipasi masyarakat adat yang terlibat aktif. Kesultanan bahkan menyiapkan pakaian adat dan membiayai keperluan ritual, memastikan tradisi ini tak sekadar menjadi tontonan wisata, tapi ruang hidup budaya yang berkelanjutan.
Baca Juga : Menoreh Food Festival 2025: Mie Kemebul Gratis dan Kolaborasi Lintas Sektor Meriahkan Kulon Progo
“Inilah cara kami menanamkan cinta budaya kepada generasi muda. Kalau adat terus dirawat bersama, ia akan tetap hidup meski zaman terus berubah,” kata Sultan dengan nada optimistis.