WARTAEVENT.com – Halbar. Deru lembut mesin 25 PK memecah keheningan siang yang terik. Dari dermaga sederhana di Pancora Beach, Desa Talaga, Kecamatan Ibu Selatan, Halmahera Barat, perahu kayu perlahan melaju, membelah sungai yang tenang.
Awan putih yang tebal di atas langit terlihat menggantung seperti tirai, menyambut petualangan tim Explore Jailolo, dari Kementerian Pariwisata, menuju muara Teluk Jailolo. Ini bukan sekadar perjalanan wisata—ini adalah perjalanan masuk ke denyut nadi hijau Halmahera Barat.
Baca Juga : Explore Jailolo: Baru Pulang dari Gunung Gamkonora
Di geladak, nahkoda tua tampak tenang. Jemarinya yang kasar sigap menggenggam kendali mesin, matanya waspada menatap setiap lekukan sungai. Jalur ini sempit, penuh akar mangrove yang menjalar seperti urat-urat bumi. Beberapa kali ia harus mengangkat mesin agar tidak membentur akar yang mencuat.
“Ini bukan rute sembarangan. Harus tahu kapan pelan, kapan putar balik. Kalau salah sedikit, bisa nyangkut,” ungkap Irfan, Jum’at, (28/5/2025) sambil tersenyum kecil.
Kami berbelok, menembus lorong hijau alami di bawah naungan rimbun mangrove. Dedaunan menari tertiup angin. Sesekali burung terbang rendah, seakan memberi sambutan. Air sungai berkilau, jernih, memantulkan bayangan pepohonan. Di sinilah, keajaiban dimulai.
Desa Talaga dulunya hanyalah perkampungan nelayan biasa. Sejak lama, warga hidup berdampingan dengan alam: laut yang memberi ikan, dan hutan mangrove yang melindungi garis pantai dari abrasi. Menurut Irfan, pemandu wisata kami, sungai ini sejak dulu menjadi jalur transportasi tradisional warga Talaga menuju laut.
Baca Juga : Orom Sasadu Kontemporer: Tradisi Suku Sahu dalam Tafsir Zaman di Festival Teluk Jailolo
“Dulu sungai ini dipakai nelayan ke laut. Tapi orang luar nggak tahu. Baru sekitar lima tahun terakhir kami mulai promosikan jadi tempat wisata,” ujarnya, sembari menunjuk ke arah akar mangrove yang mencuat kuat seperti patok-patok kehidupan.
Irfan baru tiga bulan menjadi pemandu wisata, namun semangat dan ilmunya seperti sudah bertahun-tahun terasah. Ia bercerita, hutan mangrove di Talaga menjadi rumah bagi berbagai spesies burung nuri. Namun banyak wisatawan yang belum mengetahuinya.
Setelah hampir satu jam setengah menyusuri sungai yang meliuk-liuk seperti tubuh naga tua, kami sampai di muara. Pemandangan yang muncul seketika membuat napas tercekat: pasir timbul tampak menghampar, dan di kejauhan, Gunung Api Gamkonora berdiri megah.
Baca. Juga : Sigofi Ngolo: Ritual Sakral dari Teluk Jailolo yang Menyatukan Manusia dan Alam
Gunung ini bukan gunung biasa. Dalam kepercayaan warga, Gamkonora adalah “penjaga” tanah Halmahera Barat. Kalau laut sedang surut, pasir timbul ini lebih lebar. “Kami berjalan di atasnya, membiarkan kaki basah oleh air laut yang bening. Di titik ini, sungai, laut, dan gunung bertemu. Seperti tiga elemen alam yang bersatu dalam sebuah lukisan nyata,” urainya.
Menurut Irfan, untuk wisatawan yang ingin merasakan pengalaman susur sungai dari Pancora Beach, tersedia dua pilihan durasi: 1 jam seharga Rp40 ribu per orang, dan rute 1,5 jam dibanderol Rp50 ribu per oraang. Harga ini sudah termasuk perjalanan pulang-pergi. Di dermaga, terdapat 4–5 unit perahu dengan kapasitas 4–10 orang.
Susur sungai Talaga bukan sekadar wisata air. Ini adalah dialog yang sunyi antara manusia dan alam. Ketika perahu kembali ke dermaga, ada pengalaman seru yang harus dibagikan ke wisatawan lain.
Baca Juga : Luthfi dan Bara Abadi dari Galala: Penjaga Tradisi Ikan Asap Jailolo
Pengalaman ini akan makin berkesan lebih dalam lagi, jika pihak pengelola destinasi melengkapi wisatawannya dengan jaket keselamatan dan asuransi. Tidak lupa juga untuk menyediakan meeting poin untuk minuman dan kuliner ringan sehingga dapat mengurai dahaga dan menambah energi ekstra selama menyusuri sungai. (*)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Wartamedia Network WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029Vb6hTttLSmbSBkhohb1J Pastikan kalian sudah install aplikasi WhatsApp ya.
- Editor : Fatkhurrohim