Tanamkan Jiwa Bhineka Tunggal Ika Dalam Bermedsos
WARTAEVENT.com, kab. Lumajang – Media sosial sudah menjadi bagian dari masyarakat, orang Indonesia menggunakan media sosial secara aktif tiga setengah jam setiap harinya. Masyarakat sudah sangat bergantung dengan media sosial. Bukan hanya sebagai tempat untuk berjejaring, mencari informasi hingga biodata seseorang atau apapun yang kita butuhkan melalui media sosial.
Syifaul Arifin, Solopos, Mafindo, Google News Initiative, AJI, mengungkapkan, dalam bermedia social diperlukan kemampuan individu dalam membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari−hari yang dinamakan budaya bermedia digital.
“Kalau kita tidak memiliki pemahaman budaya digital akan mengakibatkan, kebebasan berekspresi atau perundungan siber, ujaran kebencian, prasangka atau fakta, pencemaran nama baik, provokasi mengarah pada segregasi sosial, pelanggaran privasi di ruang digital, tidak mampu membedakan misinformasi, disinformasi dan malinformasi. Sebagai contoh kasus babi ngepet, tetangga kaya dikira pelihara babi ngepet. Ternyata main saham, jualan online, main mata uang kripto, konsultan via online, content creator, dan broker online,” paparnya dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital berlangsung di wilayah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, pada Rabu (9/juni/2021)
Arifin menjelaskan, dengan contoh itu maka wajar, Microsoft menobatkan nitizen Indonesia paling tidak sopan se-Asia Pasifik. Seharus kita bersikap kritis atau skeptis. Tidak semua yang kita terima di HP atau media sosial adalah sesuatu yang benar dan berguna. Tidak semua yang kita terima dari orang lebih pintar, orang dihormati, orang dipercayai adalah sesuatu yang benar.
Untuk menangkal itu, Vivid Sambas, Komite Edukasi Mafindo, menerangkan, banyak masyarakat terkena hoaks karena kurangnya literasi. Kemampuan seseorang dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis atau saat menyampaikan pesan kembali yang membuat hanya membaca judul tanpa isi, hanya percaya sumber tertentu & sepihak, tidak bisa membedakan hoax atau bukan, dan emosional. Serta tidak memahai cara periksa fakta secara sederhana.
Vivi mengungkapkan, ciri konten hoaks seperti biasanya membangkitkan emosi, sumber berita tidak jelas, minta diviralkan atau sebar, argumen yang keliatan ilmiah tapi salah, dan artikel yang menyembunyikan fakta.
“Dunia digital adalah dunia kita saat ini. Menjadi warga digital yang beretika adalah bentuk memenuhi tanggung jawab sebaik-baiknya,” paparnya.
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital wilayah Kabupaten Lumajang, Jawa Timur yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi, ini juga menghadirkan pembicara lain seperti Rane Hafied (Chief Creative Officer PT Paberik Soera Rakjat), dan Pradipta Nugrahanto (Podcaster & Voice Talent).
Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia Kegiatan ini diprakarsai Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kemkominfo RI) bersama Sinerkreasi. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.
Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.