Terjebak dalam Pusaran TikTok: Mengungkap Luka Insecurity di Kalangan Mahasiswa
Ini bisa jadi dipicu oleh standar kecantikan atau penampilan yang bertebaran di TikTok, di mana filter dan editan seringkali menciptakan citra yang tidak realistis. Mereka mungkin mulai mempertanyakan bentuk tubuh, gaya berbusana, atau bahkan fitur wajah mereka sendiri, yang pada akhirnya menimbulkan kegugupan saat harus tampil atau berinteraksi.
Kedua, Ketiadaan Percaya Diri Terhadap Kemampuan. Selain penampilan, insecurity juga merambah pada aspek kompetensi. Mahasiswa menunjukkan ketidakyakinan terhadap kapasitas atau bakat yang mereka miliki.
Baca Juga : SIRCLO Store, Integrasi Marketplace Paling Diminati UMKM
Lingkungan TikTok yang dipenuhi dengan konten-konten showcasing kemampuan, prestasi, atau keunikan individu lain, bisa jadi menimbulkan perbandingan sosial yang tidak sehat. Mereka mungkin merasa bahwa hasil karya atau pencapaian mereka tidak sebanding dengan apa yang ditampilkan oleh pengguna TikTok yang lebih terkenal atau “sukses.”
Penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang memicu kondisi ketidakamanan diri tersebut:
Perbandingan Berlebihan Terhadap Hasil Kerja: Mahasiswa cenderung membandingkan hasil kerja atau kreativitas mereka (misalnya tugas kuliah, proyek pribadi, atau bahkan konten yang mereka buat) dengan karya orang lain di TikTok. Ketika melihat video-video viral yang tampak sempurna atau karya yang dipuji banyak orang, muncul perasaan inferioritas dan keraguan akan kemampuan diri sendiri.

Perbandingan Penampilan Fisik dengan Tokoh Terkenal: Ini adalah faktor klasik yang diperparah oleh media sosial. Mahasiswa secara tidak sadar (atau sadar) membandingkan bentuk fisik, wajah, kulit, atau gaya mereka dengan influencer atau seleb TikTok yang dianggap memiliki standar kecantikan/ketampanan ideal.
Baca Juga : Teknologi Percepat Adaptasi Terhadap Pola Pikir dan Perubahan Zaman
Paparan terus-menerus terhadap citra yang sudah dikurasi dan seringkali tidak autentik ini dapat merusak citra diri positif dan menimbulkan ketidakpuasan terhadap penampilan sendiri.
Menyelami Fenomena, Mencari Solusi
Temuan penelitian ini bukan hanya sekadar gambaran, melainkan sebuah peringatan. Kecanduan media sosial, khususnya TikTok, berpotensi menjadi bumerang bagi kesehatan mental, terutama bagi mereka yang rentan terhadap perbandingan sosial.
Lingkungan digital yang serba instan dan visual seringkali menyajikan realitas yang telah difilter, menciptakan ekspektasi yang tidak realistis dan memicu lingkaran setan insecurity.
Baca Juga : Berbahasa yang Benar dan Beretika di Ruang Digital
Penting bagi kita, terutama bagi mahasiswa dan lingkungan akademis, untuk lebih sadar akan dampak psikologis penggunaan media sosial. Kampanye literasi digital yang menekankan pada berpikir kritis terhadap konten, memprioritaskan kesehatan mental, serta membangun keyakinan diri dari dalam, perlu digalakkan.
Mungkin sudah saatnya kita melihat layar TikTok bukan sebagai cermin yang memantulkan ketidaksempurnaan, melainkan sebagai jendela untuk belajar dan berekspresi secara sehat, tanpa perlu terjebak dalam pusaran perbandingan yang tak berujung. (*)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Wartamedia Network WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029Vb6hTttLSmbSBkhohb1J Pastikan kalian sudah install aplikasi WhatsApp ya.
- Penulis : Zahra Malika Bilqis – Tugas Mahasiswi Universitas Pamulang Prodi Akutansi
- Photo Utama : Freepik.com
- Disclaimer : Isi Di Luar Tanggung Jawab Media