Site icon WARTAEVENT.COM

Terjebak dalam Pusaran TikTok: Mengungkap Luka Insecurity di Kalangan Mahasiswa

WARTAEVENT.com – Jakarta. Era digital telah membawa kita pada revolusi komunikasi yang tak terbayangkan sebelumnya. Di antara berbagai platform yang muncul, TikTok berhasil mencuri perhatian miliaran pengguna di seluruh dunia.

Aplikasi berbagi video pendek ini tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga memfasilitasi pertukaran informasi, ide, dan ekspresi diri secara masif. Namun, di balik kilaunya, adakah sisi gelap yang diam-diam menggerogoti kesehatan mental penggunanya, terutama di kalangan generasi muda seperti mahasiswa?

Baca Juga : Tanpa Seijin Sekolah Jangan Pernah Main TikTok Memakai Seragam Sekolah

Kemudahan akses dan fitur interaktif TikTok memang menggiurkan. Dari konten edukasi, hiburan, hingga tantangan viral, semua tersaji dalam scroll tanpa henti. Tak heran jika banyak individu, dari berbagai latar belakang, turut ambil bagian dalam gelombang euforia ini.

Informasi menyebar begitu cepat, baik dalam skala komunitas kecil maupun mencapai jangkauan global. Namun, pertanyaan besar yang kemudian muncul adalah: bagaimana dampak fenomena ini terhadap psikologis penggunanya, khususnya mereka yang mulai mengalami “kecanduan” pada platform ini?

Foto Illlustrasi/Freepik

Sebuah penelitian kualitatif dengan desain fenomenologis mencoba menyelami lebih dalam isu ini. Penelitian yang berfokus pada mahasiswa Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang teridentifikasi kecanduan media sosial TikTok ini bertujuan untuk memotret gambaran utuh tentang ketidakamanan diri (insecurity) yang mereka alami.

Baca Juga : Bersaing Bisnis Kuliner di Era Digital, Pelajari Teknik ‘SEO Copywriting’

Dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan observasi terhadap tiga partisipan, penelitian ini berupaya menangkap esensi pengalaman subjektif mereka. Guna memastikan validitas temuan, peneliti menerapkan triangulasi teknik dan triangulasi waktu, memperkuat kredibilitas data yang diperoleh.

Ketika Layar Menjadi Cermin Ketidaksempurnaan

Hasil penelitian ini memberikan gambaran yang cukup mencemaskan. Ditemukan bahwa mahasiswa Psikologi UKSW yang mengalami kecanduan TikTok menunjukkan indikasi insecurity yang signifikan.

Kondisi ini termanifestasi dalam dua bentuk utama. Pertama Kecemasan dan Kegugupan Terhadap Penampilan Diri Sendiri: Mahasiswa cenderung merasakan ketidaknyamanan atau khawatir berlebihan dengan bagaimana mereka terlihat di mata orang lain.

Ini bisa jadi dipicu oleh standar kecantikan atau penampilan yang bertebaran di TikTok, di mana filter dan editan seringkali menciptakan citra yang tidak realistis. Mereka mungkin mulai mempertanyakan bentuk tubuh, gaya berbusana, atau bahkan fitur wajah mereka sendiri, yang pada akhirnya menimbulkan kegugupan saat harus tampil atau berinteraksi.

Kedua, Ketiadaan Percaya Diri Terhadap Kemampuan. Selain penampilan, insecurity juga merambah pada aspek kompetensi. Mahasiswa menunjukkan ketidakyakinan terhadap kapasitas atau bakat yang mereka miliki.

Baca Juga : SIRCLO Store, Integrasi Marketplace Paling Diminati UMKM

Lingkungan TikTok yang dipenuhi dengan konten-konten showcasing kemampuan, prestasi, atau keunikan individu lain, bisa jadi menimbulkan perbandingan sosial yang tidak sehat. Mereka mungkin merasa bahwa hasil karya atau pencapaian mereka tidak sebanding dengan apa yang ditampilkan oleh pengguna TikTok yang lebih terkenal atau “sukses.”

Penelitian ini juga berhasil mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang memicu kondisi ketidakamanan diri tersebut:

Perbandingan Berlebihan Terhadap Hasil Kerja: Mahasiswa cenderung membandingkan hasil kerja atau kreativitas mereka (misalnya tugas kuliah, proyek pribadi, atau bahkan konten yang mereka buat) dengan karya orang lain di TikTok. Ketika melihat video-video viral yang tampak sempurna atau karya yang dipuji banyak orang, muncul perasaan inferioritas dan keraguan akan kemampuan diri sendiri.

Foto Ilustrasi/Freepik.com

Perbandingan Penampilan Fisik dengan Tokoh Terkenal: Ini adalah faktor klasik yang diperparah oleh media sosial. Mahasiswa secara tidak sadar (atau sadar) membandingkan bentuk fisik, wajah, kulit, atau gaya mereka dengan influencer atau seleb TikTok yang dianggap memiliki standar kecantikan/ketampanan ideal.

Baca Juga : Teknologi Percepat Adaptasi Terhadap Pola Pikir dan Perubahan Zaman

Paparan terus-menerus terhadap citra yang sudah dikurasi dan seringkali tidak autentik ini dapat merusak citra diri positif dan menimbulkan ketidakpuasan terhadap penampilan sendiri.

Menyelami Fenomena, Mencari Solusi

Temuan penelitian ini bukan hanya sekadar gambaran, melainkan sebuah peringatan. Kecanduan media sosial, khususnya TikTok, berpotensi menjadi bumerang bagi kesehatan mental, terutama bagi mereka yang rentan terhadap perbandingan sosial.

Lingkungan digital yang serba instan dan visual seringkali menyajikan realitas yang telah difilter, menciptakan ekspektasi yang tidak realistis dan memicu lingkaran setan insecurity.

Baca Juga : Berbahasa yang Benar dan Beretika di Ruang Digital

Penting bagi kita, terutama bagi mahasiswa dan lingkungan akademis, untuk lebih sadar akan dampak psikologis penggunaan media sosial. Kampanye literasi digital yang menekankan pada berpikir kritis terhadap konten, memprioritaskan kesehatan mental, serta membangun keyakinan diri dari dalam, perlu digalakkan.

Mungkin sudah saatnya kita melihat layar TikTok bukan sebagai cermin yang memantulkan ketidaksempurnaan, melainkan sebagai jendela untuk belajar dan berekspresi secara sehat, tanpa perlu terjebak dalam pusaran perbandingan yang tak berujung. (*)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Wartamedia Network WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029Vb6hTttLSmbSBkhohb1J Pastikan kalian  sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version