Travel

Tour Leader Harus Mempunyai Signature & Out of The Box

Wartaevent.com – Jakarta. Tidak sedikit banyak yang beranggapan, bahwa menjadi Tour Leader (TL) adalah pekerjaan mudah. Dan, tidak sedikit pula yang menilai bahwa profesi sebagai TL di era digital bakal punah tergerus jaman. Beberapa pertanyaan ini mencuat dalam bincang santai yang diselenggarakan oleh Tourism Training Center (TTC) dengan Forum Wartawan Pariwisata Indonesia (Forawapar) pada hari Jum’at (09/11/2018) lalu di Omah Tedjo, Kemayoran, Jakarta.

Tedjo Iskandar, Founder dari TTC, mengatakan, tidaklah mudah menjadi dan memutuskan profesi TL sebagai pekerjaan utama. Meski demikian, banyak hal yang didapat menjadi seorang TL, seperti memiliki kesempatan mengunjungi beberapa destinasi menarik di setiap Negara di seluruh dunia serta mendapat gaji besar.

“Tak hanya itu saja, dulu tour leader pun identic dengan hal yang glamour alias mewah. Mulai dari fashion yang branded, menyambangi tempat liburan kalangan kelas atas yang belum pernah di alami sebelumnya, gaji-nya pun di atas rata-rata, bias jadi di atas gaji akunting,” ungkap Tedjo.

Jaman terus melaju, tekonologi kian berkembang. Profesi TL pun harus menyesuaikan dengan derap langkah teknologi masa kini. Hukum alam pun berlaku. Semakin akses informasi dipermudah oleh teknologi, semakin membuka ruang bagi siapa pun untuk melakoni profesi sejenis. Sebut saja, saat ini muncul istilah Open Trip.

Fenomena open trip ini muncul tiga tahun terakhir. Dengan berbekal kian mudahnya mendapatkan informasi detail suatu destinasi dan ditunjang dengan mudahnya mempromosikan paket wisatanya melalui akun sosial media, menimbulkan banyak anak muda yang minim pengalaman berani membuka jasa serupa TL.

Santoso, dari Patriot 38, Komunitas Tour Leader terbesar di Indonesia mengungkapkan, tren open trip ini mulai ada baru tiga tahun belakangan. Dan memang ada klien yang meminta untuk dikelola ketika traveling. Dan, nyatanya, memang ada pelanggan juga yang tidak mementingkan kualitas, yang penting mereka sampai ke destinasi yang dituju, kemudian foto-foto.

“Konsumen yang baik itu adalah konsumen yang ingin dikelola paket turnya. Kalau berbicara open trip untuk dapat bertanggung jawab lebih jauh akan sulit, sebab mereka melakukan deal bisnis secara personal,” terang Santoso.

Harus diakui, tambah Santoso, bahwa perkembangan teknologi informasi (baca: digital) turut mempengaruhi lahirnya profesi-profesi baru seperti “TL Jaman Now”. Unggahan-unggahan seperti pemberitaan dari media, kemudian destinasi yang keren di ranah media sosial menjadikan generasi Jaman Now untuk menjadi TL.

“Apalagi, usia di bawah 30 dapat bepergian ke luar negeri menjadi sesuatu yang wow, dan menarik bagi mereka. Apalagi, jalan-jalan mereka gratis dan malah mendapat bayaran dari klien. TL itu kan profesi yang kerjaannya jalan-jalan ke berbagai tempat wisata, Negara secara gratis dan mendapat bayaran pula,” terang Santoso.

Meski demikian, para TL jaman Now ini pun harus tetap di iombing agar mengetahui etika-etika bisnis, memperlakukan klien, pengetahuan tentang norma hukum di suatu Negara dan lain sebagainya. Agar mereka tidak salah arah.

“Jika konsumen mencari suatu travel, berarti konsumen tersebut ingin paket tournya dikelola oleh TL. Artinya si konsumen harus siap diatur orang. Meskipun yang menngatur lebih muda umurnya. Itu baru namanya TL. Akan tetapi, jika konsumen ingin membeli paket wisata yang lebih santai, artinya boleh memilih Open Trip. Dan konsumen yang lebih mengatur waktu,” urai Santoso, seraya menjelaskan perbedaan TL dengan Open Trip.

Satu hal lagi, di dunia TL itu, tidak ada ukuran baku dan senioritas. Bisa jadi, yang lebih muda lebih mengetahui dan lebih update atas perkembangan suatu destinasi. Karena mereka sangat gadget friendly. Beda dengan Old School, yang miskin pengalaman atas perkembangan teknologi.

Menghahiri bincang ringan sore itu, Tedjo kembali menegaskan bahwasannya untuk menjadi seorang TL harus mempunyai ciri khas dan pemikiran yang out of the box. Bahkan sekarang profesi TL sudah mengarah ke segmentasi pasar yang lebih khusus. [Fatkhurrohim]