Nomadic Tourism, Solusi Sementara Sebagai Solusi Selamanya
Warta Event – Bali. BERDASARKAN data Facebook Audience Insight pada Februari 2018, jumlah glampacker milenial (Millenial Nomad) tercatat sebanyak 27 juta orang. Kemudian untuk luxpacker ada 7.7 juta orang, dan flashpacker (digital nomad) diangka 5 juta orang. Dan, Canggu, Bali, masuk nomer 1 dalam nomadic tourism.
Arief Yahya, Menteri Pariwisata RI, saat menggelar Rapat Koordinasi Nasional I Tahun 2028 yang mengangkat tema “Digital Destination and Nomadic Tourism” pada tanggal 22-23 Maret 2018 di Bali Nusa Dua Concention Center, menyebut, Nomadic Tourism adalah gaya berwisata baru, dimana wisatawan dapat menetap dalam kurun waktu di suatu tempat destinasi wisata, dengan amenitas portable dan dapat berpindah-pindah.
Menpar Arief pun menyatakan, bahwa nomadic tourism ini sebenarnya bukanlah hal yang baru. Akan tetapi sangat tepat diterapkan di Indonesia yang mayoritas kepulauan dan susah diakses dengan transportasi secara langsung.
Sebagai benchmarking untuk nomadic tourism di dunia ada dua, yaitu Mongolia dan Canada. “Awal mula nomadic tourism ini ada di Mongolia, Tiongkok. Sebab penduduk Mongolia memang senang berpindah-pindah. Kemudian negara selanjutnya adalah Canada,” ungkap Menpar.
Kemudian, Menpar Arief pun menyebut, bahwa amenities dari nomadic tourism ini contohnya caravan, glamping dan home pod. Sedangkan untuk akesebilitasnya ada seaplane, helicity dan live on board. “Dengan adanya seaplane, saya tidak lagi merasa khawatir untuk wilayah Indonesia Timur,” ujar Menpar.
Seaplane, kata Menpar, tidak memerlukan adanya Bandara, yang membutuhkan investasi besar yakni triliunan rupiah dan memakan waktu yang lama. Dan, seaplane ini sangat cocok dikembangkan untuk daerah kepulauan seperti Indonesia timur. Sebab seaplane ini dapat mendarat di pantai dekat dari suatu destinasi.
Dengan adanya seaplane, artinya suatu daerah di kepulauan, tidak perlu lagi membangun hotel. Tapi bangunlah temporarry acomodation (nomadic) seperti caravan, glaqmping, dan home pod. “Contoh di luar negeri adalah di Kepulauan Maldive. Kemudian contoh di Indonesia ada di kepulauan Anambas, Provinsi Kepulauan Riau,” rinci Arief Yahya.
Oleh karena diyakini sangat membantu mengembangkan konsep pariwisata Indonesia, maka Kementerian Pariwisata pun menetapkan Nomadic Tourism mulai diberlakukan tahun ini dengan proyek percontohannya yakni, Bali, Danau Toba, dan Maluku. “Nomadic Tourism ini dapat menjadi Solusi Sementara Sebagai Solusi Selamanya,” terangnya.
Untuk mensukseskan program nomadic tourism ini Kemenpar membutuhkan dukungan dari berbagai lembagai terkait seperti deregulasi misalnya Kementerian Perhubungan dalam mengeluarkan izin caravan dan seaplane. Kemudian dari Kementerian Lingkungan Hidup seperti perizinan pengunaan lahan taman nasional serta BKPM untuk insentif pajak bagi investor maritim.
Tak hanya itu, Kementerian Pariwisata pun membutuhkan CEO Commitment. Untuk Pemerintah Daerah seperti menyiapkan lahan, infrastruktur dasar, dan utilitas dasar lainnya.
Di tahapan akhir, kebijakan Kemenpar dalam nomadic tourism ini pun membutuhkan dukungan operasional. Misal, pemda menjamin keamanan dan kebersihan, kemudian pelaku bisnis dapat melakukan kerja sama antar pelaku ekosistem, sedangkan para komunitas dapat bekerja sama dengan komunitas masyarakat lainnya. [Fatkhurrohim]