News

Etika Digital sebagai Bentuk Pencegahan Disinformasi dan Kejahatan Maya

WARTAEVENT.COM, Kab. Nganjuk – Pandemi Covid yang belum usai dan penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) ini membuat masyarakat Indonesia tidak bisa mengelak dari adanya media sosial sebagai sarana hiburan ketika tengah jenuh berada di rumah. Penggunaan media sosial seperti Instargram, Twitter, TikTok, dan YouTube dinilai meningkat semenjak adanya pandemi, karena media sosial tidak hanya digunakan untuk berbagi komunikasi tetapi juga terdapat banyak informasi di dalamnya.

Eka Rini Widya Astuti, Ketua Program Studi S1 Desain Komunikasi Visual ITSNU Pasuruan, menjelaskan di ranah digital, ada banyak bentuk disinformasi dan tindakan kejahatan yang terjadi. Misalnya hoaks, radikalisme, kekerasan seksual, ujaran kebencian, kebocoran data pribadi, dan sebagainya. Hal ini tentunya akan sangat merugikan banyak pihak apabila masyarakat tidak cerdas dalam menyaring segala informasi untuk disebarkan.

“Media sosial yang dapat diakses semua kalangan dan segala umur tentunya akan memberikan dampak yang buruk apabila tidak dimanfaatkan dengan baik dan benar. Misalnya saja dalam pandemi Covid seperti ini, pemerintah dengan gencar memberikan fasilitas penyedia vaksinasi bagi masyarakat. Namun, adanya oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang menyebarkan berita hoaks seperti vaksin akan membuat seseorang bertambah sakit dan bergejala covid membuat sebagian orang yang tidak pandai menyaring informasi akan mudah percaya dan menolak untuk divaksin,” ujar Eka dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Senin (13/9/2021).

Ia mencontohkan, adanya ujaran kebencian yang ditujukan kepada suatu individu atau kelompok yang berisi penghinaan, teror dalam dunia maya, bahkan perkataan kasar. Hal ini jika terus-menerus dibiarkan tentu bisa jadi mengarah ke cyberbullying.

Cyberbullying sendiri merupakan tindakan kejam yang dilakukan secara sengaja dan ditujukan untuk orang lain dengan cara mengirimkan atau menyebarkan hal atau bahan yang berbahaya dan dapat dilihat dengan bentuk agresi sosial dalam penggunaan internet ataupun teknologi digital,” katanya.

Ia menerangkan, cyberbullying ini sama bahayanya dengan bullying yang dilakukan di dunia nyata, yakni sama-sama mengguncang psikis individu, merasa malu, minder, bahkan muncul rasa ketakutan terhadap media sosial.

“Mengingat banyaknya dampak yang dihasilkan apabila tidak cerdas dalam bermedia sosial, untuk itu kita juga harus paham mengenai etika dalam bermedia sosial. Etika digital merupakan tata cara dan sopan santun dalam menggunakan media sosial,” jelasnya.

Ada banyak macam cara yang bisa dilakukan dalam beretika digital, seperti:

  1. Selalu mengingat tulisan merupakan perwakilan dari diri kita. Tidak seperti ucapan yang hanya bisa didengar, di media sosial segala tulisan pasti memiliki jejak digital yang lebih berbahaya daripada sekedar ucapan belaka.
  1. Jangan pernah lupa yang kita ajak komunikasi adalah manusia, yang mana mereka juga memiliki privasi, perasaan, dan kemampuan berasumsi. Jadi, jangan pernah menganggap apapun yang kita lakukan di media sosial itu tidak memberikan dampak tertentu.
  1. Mengendalikan emosi. Tidak hanya dalam dunia nyata, dalam dunia maya pun kita harus bisa mengendalikan emosi. Hindari perasaan mudah terpancing pendapat orang lain yang sekiranya bertentangan dengan apa yang kita yakini, karena dalam bermedia sosial kita memiliki kebebasan dalam berpendapat.
  1. Menggunakan kesantunan. Budaya sopan santun sudah selayaknya menjadi hal yang utama dalam segala hal termasuk dalam bermedia sosial. Hal ini tentunya akan membuat semua orang lebih saling menghormati satu sama lain.

“Walaupun ruang digital memiliki kebebasan akan tetapi apa yang dibagikan tentu harus dapat dipertanggungjawabkan. Media sosial merupakan sikap pribadi hasil olah budi manusia di dunia nyata yang diseret masuk ke dunia maya atau digital. Tokoh utama dan yang menjalankan dunia digital adalah manusia, jadi setiap orang harus senantiasa bisa memanusiakan manusia di mana pun berada,” tutupnya.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Senin (13/9/2021) juga menghadirkan pembicara Dhimas Dwi (Dosen Bahasa Inggris Polinema & UB Malang), Tiurida Lily Anita (Faculty Member at Binus University & Assesor Hotel and Restaurant at BNSP), Sari S. Riana (CEO at PT NAP Committee of Ind Chamber of Commerce Committee of Ind Hotel Association of DKI Jakarta), dan Fita Okta Fiana sebagai Key Opinion Leader.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.

Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *