Lifestyle

Generasi Millenial Berpotensi Menyebarluaskan Hoaks Melalui Medsos

WARTAEVENT.COM, Kab. Nganjuk – Perkembangan teknologi telah membawa banyak perubahan pada gaya hidup anak muda yang lahir di tahun 1980-an hingga 2000-an, yang biasa disebut generasi millenial atau generasi digital native.

Mereka generasi milenial tumbuh dalam lingkungan serba digital. Berkat internet, mereka dapat menjalankan berbagai aktivitas menjadi lebih mudah. Pada zaman ini, salah satu tantangan yang dihadapi generasi muda ialah menghadapi pemberitaan bohong atau yang biasa disebut hoaks. Pasalnya, generasi milenial sangat gencar memanfaatkan teknologi dan mengikuti arus digital.

Slamet, Kabid Program dan Aptika RTIK Indonesia, menerangkan, berita hoaks atau berita bohong akan menjadi sangat bahaya dampaknya jika diterima oleh orang-orang yang kurang pengetahuan untuk memilah informasi yang benar atau salah.

Mereka yang cepat terpancing dan kurang berhati-hati akan langsung menyebarkan tanpa mungkin tahu dampaknya. Hasilnya berita hoaks tersebut bisa berujung konflik yang parah hingga memakan korban jiwa. Rata-rata usia yang paling rentan terkena berita hoaks adalah usia di atas 45 tahun.

“Paling mudah menjadi korban penyebaran hoaks itu adalah usia yang di atas 45 tahun yang biasa disebut dengan digital imigran, yaitu para orang tua,” ujar Slamet, pada saat menjadi pembicara dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Selasa (22/6/2021).

Ia menjelaskan, banyak yang mengira selama ini berita hoax disebarkan oleh anak-anak muda, namun justru orang tua-lah yang menjadi bagian utama dalam penyebaran berita hoaks di Indonesia.

“Karena anak-anak muda sudah melek teknologi dan lebih pintar untuk membedakan berita hoaks dibandingkan orang tua yang lebih cepat terpancing kebenaran akan berita tersebut. Contohnya banyak dilakukan orang tua melalui chat. Asal forward tanpa harus membaca dahulu,” tambahnya.

Lanjut dia, penyebaran berita hoaks banyak dilakukan melalui WhatsApp Group, Facebook, dan Instagram. “Paling banyak itu hoaks itu terdapat dalam grup WhatsApp. Karena seringnya mereka tidak membaca isi berita hanya melihat judulnya saja, lalu mereka mengirimkan ke orang lain. Sedangkan media sosial untuk melakukan klarifikasi pemberitaan hoaks adalah Twitter,” tuturnya.

Menurut Slamet, orang tua menyebarkan hoaks disebabkan terlambat mengenal dan menggunakan internet dan media sosial dibanding generasi yang lebih muda (milenial dan generasi Z) sehingga literasi digital mereka rendah.

“Untuk itu, guna menghentikan hoaks perlu adanya pencegahan atau literasi digital agar masyarakat mengerti tentang hoaks,” tuturnya.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi di wilayah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Selasa (22/6/2021) ini juga menghadirkan pembicara Muhammad Nur Arifin (Akademis Universitas Narotama & IT Staff PT. Telkomsigma), Dian Mughni Fellicia (Dosen Teknik Material Metalurgi Institut Teknologi Sepuluh Nopember), Fiqhi Fajar (Pelaksana di Kementerian Keuangan), dan Roofi Anggara sebagai Key Opinian Leader.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) un

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *