Lifestyle

Kesalahan Fatal Memposting Data Pribadi Di Medsos

WARTAEVENT.COM, Kab. Trenggalek – Kebebasan penyebaran informasi menjadi salah satu masalah krusial dalam dunia digital yang harus terus diliterasi. Bahwa menyebarkan identitas diri dan informasi pribadi adalah hal yang tidak sebaiknya dilakukan. Begitu juga dengan menyebarkan informasi milik orang lain.

“Saat ini orang posting semua aktivitas. Merasa tidak enak kalau tidak upload di media sosial. Kita gampang sekali membuat status wah mau mudik dulu dengan tertera alamat yang jelas. Ini akan jadi celah untuk hal yang tidak jelas. Nah pas pulang rumah kemalingan jangan nyalahin siapa-siapa, orang kita yang share informasi rumah kosong,” ujar Bahruddin, Relawan TIK, dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 wilayah Trenggalek, Selasa (22/6/2021).

Kebanyakan kasus yang dimulai dari media sosial terjadi karena keteledoran individunya. Memposting kartu identitas tanpa disamarkan, seperti ketika para ibu bahagia anaknya mendapatkan Kartu Tanda Anak alias KTA lalu memamerkannya. Hal ini akhirnya dimanfaatkan oknum tak bertanggung jawab.

Yang terbaru adalah bagaimana pertumbuhan Covid 19 merajalela terutama di ibukota. Orang berbondong-bondong mengunggah kondisi kesehatan kala karantina atau meminta bantuan darah dan sebagainya. Semua sebenarnya dibolehkan asal memiliki izin dari pihak bersangkutan dalam hal ini orang yang menderita Covid 19. Apakah mereka telah mengizinkan data pribadi atau kondisinya disebarkan.

Untuk kasus Covid 19 data yang sebaiknya tidak disebarkan mulai dari yang mendasar seperti nama, alamat, pekerjaan dan alamat kantornya. Mengungkap dan sebarkan data pribadi pasien tanpa persetujuannya adalah perbuatan melanggar hukum. Undang-undang yang melindunginya pun cukup banyak. Yaitu UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (pasal 17), UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 30 dan Pasal 32), UU No.23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Pasal 84), UU praktik Kedokteran serta UU Rumah Sakit.

“Data dasar aja nggak boleh sembarang sebar apalagi rekam medik mereka. Ini hukumnya banyak, jadi daripada sebar-sebar mending dukung biar cepat sembuh,” jelasnya.

Hal ini pun didukung Heni Mulyati, M.Pd dari MAFINDO ketika berbicara pada webinar yang sama. Tindakan penyebaran data pribadi ini bersinggungan dengan satu dari sepuluh netiket alias etika berinternet.

“Misalkan ada yang sedang isoman kita dukung boleh. Tapi tidak dengan sebar alamatnya, nomor teleponnya. Lalu yang sedang karantina karena biar hits posting terus. Sebar alamat biar teman-teman kirim makanan. Ini juga bisa membahayakan di kemudia hari. Jaga privasi diri sendiri dan orang lain,” tutur Heni.

Etika berinternet menurutnya sangatlah sederhana. Kita hanya harus mengingat prinsip etis yaitu kesadaran, integritas, tanggung jawab dan kebajikan. Dipikir sebelum dibagikan jika kira-kira ragu berhenti jangan sebarkan.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Siberkreasi di wilayah Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Selasa (22/6/2021) ini juga menghadirkan pembicara Puspo Galih Wichaksana (Relawan TIK Kalimantan Barat), Cahya Suryani S.IP.MA (MAFINDO), dan Key Opinion Leader Nattaya Laksita Melati

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital merupakan rangkaian panjang kegiatan webinar di seluruh penjuru Indonesia. Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Leave a Reply