Tarian Sanghyang di Pura Luhur Uluwatu
Warta Event – Bali. Cak… Cak… Cak… teriakan tersebut langsung membuncah dari atas ketinggian tebing di bawah hamparan Samudera Hindia. Pura Luhur Uluwatu, menjadi tempat tempat ritual tarian sanghyang, yang kini dikenal sebagai tari Kecak, Bali. Tepuk tangan pun menyambut dari tribun penonton manakala para penari kecak mulai muncul menuju area panggung sore hari itu.
Matahari terbenam di Samudera Hindia menjadi pelengkap background begitu tampak sempurna. Rona senja dengan warna keemasan, tak hanya menggoda para photographer profesional. Hanya dalam hitungan detik, para pengunjung di tribun pun langsung membidikan kamera smartphone mereka.
Tarian Sanghyang yang sakral, unik, dan semakin eksotik dibalik temaram senja laut Samudera Hindia menjadi sajian langka pertunjukan seni tari di alam terbuka di atas tebing yang tinggi di Bali.
Wayan Limbak dan Walter Spies—pelukis asal Jerman yang memperkenalkan tarian Kecak mungkin tak akan mengira, jikalau tarian yang mereka kreasikan di tahun 1930-an kini telah menjelma tontonan yang spektakuler dan dipadati pengunjung setiap harinya di Uluwatu, Bali.
Duo sahabat ini menciptakan tari kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Mereka pun menyebut tari kecak atau tari api. Sebab ada sequel dimana Hanoman memadamkan api manakala akan menyelamatkan Shinta, istri Rama.
Uniknya dari tari Kecak atau tarian Sanghyang ini tidak menggunakan iringan music atau gamelan. Latar belakang suara berasal dari sang penari yang jumlahnya puluhan orang lebih. Sang penari laki-laki meneriakan kata cak cak cak dan gemerincing dari kakinya di setiap saat atau momen tertentu.
Komunikasi antara penari dan pengunjung (audensi) pun sangat hangat. Hanoman dengan tiingkahnya yang lucu menghampiri tribun pengunjung. Mengambil topi, kemudian selfie dengan para penonton menjadi salah satu karakter usil si kera putih dalam epik Ramayana yang tentunya telah disesuaikan dengan format kekinian.
Bahkan, sekedar untuk menciptakan suasana yang lebih hangat dengan para pengunjung, para penari Kecak ini pun mengajak pengunjung menari bersama mereka dalam sesi tertentu. Aksi ini pun disambut antusias oleh para penonton pada Kamis sore (06/09/2018) dengan ditandai tepuk tangan dari tribun.
Sebagian besar tari Kecak di Pura Luhur Uluwatu, Bali, mengambil tema cerita tentang Ramayana. Ada empat tokoh utama dalam kisah ini, yakni, Rama, Shinta, Hanoman dan Rahwana. Kisah Ramayana adalah roman dalam kepercayaan Hindu antara Rama dan Shinta yang diusik oleh Rahwana.
Meski terkesan populis, namun tari kecak sejatinya adalah tarian yang sakral. Sebelum pentas tari Kecak digelar, pemangku adat Hindu telah melakukan ritual mulai dari do’a hingga sembahyang. Ini dilakukan agar pentas tari Kecak berjalan lancer dan selamat dari gangguan roh jahat. Karena memang tari Kecak bermula dari ritual Sanghyang.
Ritual Sanghyang adalah adalah tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar, mereka melakukan komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-harapannya.
Para penari tersebut dijadikan mediator atau penghubung untuk menyatakan sabda-Nya. Disaat kerasukan, mereka (penari) melakukan tindakan di luar dugaan, seperti gerakan berbahaya atau mengeluarkan suara yang mereka tidak pernah keluarkan sebelumnya.
Belum lama ini, tepatnya pada tanggal (25/02/2018) lalu, Tari Kecak mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebab telah berhasil membuat pertunjukan yang melibatkan penari sebanyak 5555 orang di Pantai Berawa, Kabupaten Badung, Bali.
Selain telah menjadi warisan budaya, kesenian tradisional inipun telah menjadi salah satu atraksi daya tarik wisata bagi wisatawan yang ketika menyambangi Uluwatu, Bali. Untuk itu, kurang lengkap rasanya jika menyambangi Pulau Dewata sebelum menyaksikan tari Kecak yang telah menjelajah ke seantero dunia ini. [Fatkhurrohim]