Lifestyle

Arkadewi: Joko Tarub Kekininian

wartaevent.com – Bekasi. Klasik dan kekinian, itulah untuk menggambarkan aura dari pertunjukan drama musical Arkadewi. Siapa nyana, seni partikelir yang berseting pada abad ke-17 mampu dipentaskan secara sempurna dalam situasi kekinian oleh para mahasiswa London School Public Relations Jakarta (LSPR-Jakarta) di The Amani Palladium Theatre, kampus LSPR-Jakarta Transpark Bekasi, pada 6-7 Agustus 2019 lalu.

Aroma klasik abad 17 yang disajikan dalam layar tiga dimensi dengan dukungan pencahayaan yang tepat dan fokus pada setiap objek peran sangat membantu para penonton menyaksikan pertujukan di setiap adegannya. Terlebih lagi, cerita Arkadewi yang disadur dari cerita rakyat Joko Tarub sangat familiar bagi para penonton.

Di 10 menit pertama, tim produksi Arkadewi mampu membangun kesan sempurna baik secara tata artistik, tata suara, dan tata cahaya. Suasana alam dan air terjun yang dijadikan sebagai latar belakang tujuh Dewi dari Negeri Kahyangan Widodaren terlihat begitu natural. Padahal, latar belakang tersebut menggunakan teknologi gambar tiga dimensi. Alhasil, air terjun terlihat mengalir secara nyata berikut dengan suara deburan dan percikan airnya.

Dari sinilah cerita Arkadewi berseting abad 17 dimulai. Para Dewi dari Negeri Kahyangan bernama Widodaren (Kerajaan Dewi) turun ke Bumi yang memiliki panorama indah dan membuat mereka pada mandi.

Ketika para Dewi sedang mandi, Adipati Mahaeswara yang sedang mencari hadiah ulang tahun untuk ibunya, menemukan selendang cantik berwarna pink milik Arkadewi yang akhirnya ia titipkan kepada salah satu abdinya untuk diberikan kepada sang ibunda. Arkadewi yang sibuk mencari selandang akhirnya pun ditinggalkan para putri untuk kembali ke kahyangan.

Di tengah mencari selendang, Arkadewi bertemu Mahaeswara yang terpikat oleh kecantikannya.  Mahaeswara kemudian menawarkan bantuan dengan membiarkan Arkadewi tinggal di istananya. Sebenarnya Mahaeswara awalnya berencana untuk memberi tahu sang ibunda (Maharani) tentang siapa pemilik selendang tersebut, namun ia ragu karena ibunya terlihat sangat senang.

Walaupun telah diberikan nasihat oleh Abhimata (abdi kepercayaannya), Mahaeswara akhirnya tetap memutuskan untuk tidak mengatakan yang sebenarnya.

Beberapa hari berlalu. Mahaeswara berhasil membuat Arkadewi jatuh cinta kepadanya. Mereka pun mengikat janji sebagai suami-istri dan memiliki hidup yang sangat tenteram. Namun hanya sebulan setelah pernikahannya, Mahaeswara diberikan tugas untuk memimpin perang.

Walaupun berita tersebut diterimanya dengan hati sangat berat, Maheswara tetap meminta Abhimata untuk tinggal dan menjaga Arkadewi beserta dengan sang ibunda karena ia tahu bahwa perang dapat berarti ia tidak kembali.

Sebelum Mahaeswara berangkat, ia mendatangi sang ibunda dan mengatakan yang sejujurnya, bahwa pemilik selendang tersebut adalah milik Arkadewi. Namun ia tidak memberi tahu sang ibunda alasan mengapa ia tidak dapat memberikan selendang tersebut kembali. Ia hanya meminta sang ibu untuk menjaga rahasia tersebut karena tidak ingin kehilangan Arkadewi.

Sebenarnya Maharani sudah tahu sejak awal siapa Arkadewi sebenarnya namun selalu ia rahasiakan demi Mahaeswara. Namun Arkadewi tiba-tiba pergi secara tiba-tiba dan tidak lama kemudian Abhimata membawa kabar bahwa Arkadewi tengah mengandung satu bulan.

Berita kehamilan ternyata telah dianggap telah merenggut segala miliknya, termasuk Mahaeswara dari Arkadwei. Maharani pun meminta bantuan kepada Abhimata untuk menyingkirkan Arkadewi dengan menggugurkan bayinya. Namun hal tersebut ditentang oleh Abhimata hingga membuatnya menjadi lebih gila.

Hal yang baru saja terjadi disampaikan langsung oleh Abhimata kepada Arkadewi yang memiliki janji terhadap Mahaeswara untuk menjaga Arkadewi. Ia menyarankan Arkadewi untuk cepat melarikan dirinya, akam tetapi Arkadewi berpikir bahwa Mahaeswara harus mengetahui yang sebenarnya agar ia tidak mengetahui hal yang salah.

Demi kebaikan anaknya, Arkadewi memutuskan untuk tetap tinggal dan meminta Abhimata menyembunyikan anaknya sendiri karena kondisinya yang lemah dan ingin memberi tahu Mahaeswara disaat dia kembali.

Waktu Arkadewi telah melahirkan, Mahaeswara tiba di rumah dengan hati yang bahagia. Namun ketika dia hendak menghampiri Arkadewi, Mahaeswara bertemu dengan ibunya terlebih dahulu. Sambil menangis, Maharani meyakinkan putranya bahwa Arkadewi berselingkuh dengan Abimata dan memiliki bayi bersama.

Ibunda Maheswara juga mengatakan, bahwa Abhimata telah kabur bersama bayinya dan hanya Arkadewi lah yang dapat ia hentikan. Semula, Maheswara ragu akan ihwal ini. Akan tetapi, setelah ia mendapati Arkadewi terbaring tanpa seorang bayi di kamarnya, Maheswara meyakini ucapan ibundanya.

Mahaeswara menggila dan kehilangan kontrol akan amarahnya, meskipun Arkadewi bersusah payah menjelaskannya. Terlanjur hancur hatinya, Maheswara pun tak terima segala penjelasan Arkadewi. Melihat situasi seperti ini Arkadewipun mengatakan, bahwa Mahaeswara tidak perlu mengotori tangannya hanya untuk ia bersalah.

Perlahan Arkadewi bangkit dan berdiri kemudian ia mengatakan, bahwa anak hasil buah cintanya bernama Nawangsih. Disaat itu pula Arkadewi menjatuhkan dirinya kedalam jurang. Ia mengorbankan dirinya demi Mahaeswara agar tidak berdosa. Setelah itu, Maheswara pun merasa menyesal dan mencarinya. Namun upaya nihil.

Tidak lama kemudian, aroma bunga yang kuat datang. Kabut putih berkumpulan dan muncul dewi-dewi disekitarnya. Segera sosok dari sungai diangkat. Arkadewi dibangkitkan kembali menjadi rupanya sebagai seorang dewi. Lalu para dewi berkumpul dan menarik Mahaeswara.

Mereka berkumpul mengitarinya dan menahan tubuhnya hingga ia tidak dapat mengontrol dirinya sendiri. Murka. Itu lah yang dirasakan oleh para dewi-dewi. Mereka menghukum Mahaeswara karena telah berbuat keji. Mahaeswara akan menghabiskan sisa hidupnya sendirian.

Begitu pula dengan Maharani yang mendapatkan mulutnya berbau busuk setiap kali ia berbicara agar tak ada satupun yang ingin berbicara dengannya. Lalu mereka semua meninggalkan Mahaeswara sendirian. Sebelum Arkadewi ikut pergi, Mahaeswara menggenggam tangannya.

Maheswara, meminta agar Arkadewi memaafkannya dan tetap hidup bersamanya. Tetapi Nasi sudah menjadi bubur. Arkadewi meninggalkan Mahaeswara sendirian.

Setelah 10 tahun kemudian, Abhimata yang sekarang hidup di desa yang sangat terpencil, meratapi selendang peninggalan milik Arkadewi. Tak lama seorang gadis cantik berlari menghampirinya.

Gadis itu adalah Nawangsih. Lalu diberikannya selendang tersebut kepadanya. Disaat yang bersamaan ke tujuh dewi, termasuk Arkadewi, menghampiri Nawangsih dan memberikan berkat kepadanya. [*]