WARTAEVENT.com – Malang. Manusia memiliki peran penting untuk menjaga lingkungan dan alam sekitar. Terutama peran Gen-Z. Genrasi ini harus berperan aktif mengelola alam di tengah perkembangan zaman.
Hal ini disampaikan oleh Ika Dewi Retno Sari, M.Pd dalam Seminar Nasional 2023 yang mengambil tema “Jejak Lingkungan: Dari Sejarah untuk Melestarikan dan Mewartakan Keindahan Bumi Nenek Moyang” di Perpustakaan Universitas Negeri Malang, hari ini Selasa (26/09/2023).
Baca Juga : Di Festival LIKE, Presiden Joko Widodo Bicara Ekonomi Hijau dan Ajak Masyarakat Jaga Kelestarian Lingkungan
Ika, dalam paparannya yang berjudul “Kita dan Lingkungan Belajar dari Masa Lalu” menjelaskan, pengelolaan hutan, air, tanah, dan hasil bumi hendaknya memperhatikan konsep Memayu Hayuning Bawana yakni memiliki tanggung jawab dalam memperindah kembali alam yang mengalami kerusakan.
“Peran tersebut (Gen-Z) bisa dilakukan melalui berbagai cara, misalnya melalui pembelajaran budaya lokal. Dengan mempelajari bagaimana budaya masa lalu menjaga lingkungan, generasi muda kemudian bisa terlibat menata lingkungan,” papar Ika.
Baca Juga : Jaga Kelestarian Lingkungan, KEK Likupang Dikonsep Menjadi Regenerative Tourism Area
Kisah tentang bagaimana masyarakat Indonesia tempo dulu menjaga lingkungan sebenarnya banyak diungkap dalam berbagai sumber sejarah, misalnya soal Kalpataru. “Banyak sumber menyebutkan tentang Kalpataru, di antaranya Prasasti Kutai dan beberapa karya sastra Jawa Kuno,” sambungnya.
Literasi mengenai kebijakan pelestarian lingkungan hutan sejatinya sudah ada pada masa Hindu-Budha di Indonesia. Dalam peninggalan prasasti Mataram Kuno, petugas pengelola hutan disebut “tuhalas.” Informasi ini terdapat di Prasasti Polengan I-VI (837-881 M), Prasasti Ngabean I-II (878-879), Prasasti Salimar II-III (880 M).
Sedangkan petugas perburuan disebut “tuha buru,.” Informasi ini tertuang dalam Prasasti Jurungan (876 M), Haliwangbang (877 M), Mamali (878 M), dan Baliwangan (891 M).
Masih menurut Ika, pada masa Bali Kuno, juga terdapat petunjuk “kayu larangan” yang bermakna pohon yang diizinkan untuk ditebang harus memiliki pertimbangan dan tujuan yang jelas. Ketentuan ini ada pada masa Udaya Warmadewa tahun (1011 M) dan tertuang di Prasasti Bwahan tahun (1181 M).
Baca Juga : Conrad Bali Meluncurkan Paket Sustainable Meeting yang Ramah Lingkungan dan Bebas dari Emisi Karbon
Ika mengungkapkan, yang perlu dilakukan generasi muda dalam melestarikan lingkungan bisa dengan dua cara. Pertama melalui Culture Experience, yakni gerakan terlibat langsung dalam pelestarian lingkungan sejak dini seperti menanam di sekolah, memilah sampah dan mengurangi penggunaan plastik.
Selanjutnya dengan melakukan Culture Knowledge, yakni menyampaikan informasi budaya atau mewartakan keindahan bumi nenek moyang dengan cara sederhana. Misalnya dengan membuat infografis dan menulis ke beberapa platform media sosial atau website.
Baca Juga : Smirnoff Berkolaborasi dengan ecoSPIRITS Kampanye #Sustainiverse Kemasan Ramah Lingkungan
Seluruh rangkaian Seminar Nasional ini hasil kerja sama netralnews.com, Departemen Sejarah Universitas Negeri Malang (UM), Himpunan Mahasiswa Departemen (HMD) Sejarah, serta didukung oleh Bank Syariah Indonesia (BSI) dan Bank Jatim. [*]
- Editor : Fatkhurrihm