WARTAEVENT.com – Jailolo. Udara masih menggigit. Fajar bahkan belum sepenuhnya terbit. Tapi di Desa Galala, Kecamatan Jailolo, sepasang suami istri sudah berdiri di depan perapian tua. Di atas bara sabut kelapa dan kayu bakar yang menyala perlahan, puluhan ikan mulai diasapi.
Aroma khas fufu—perapian tradisional pengasapan ikan—menyebar ke seluruh penjuru halaman rumah. Inilah rutinitas yang telah dijalani Luthfi Jaidun (65) selama 25 tahun ini.
Baca Juga : Orom Sasadu Kontemporer: Tradisi Suku Sahu dalam Tafsir Zaman di Festival Teluk Jailolo
Menjelang subuh, disaat sebagian besar warga masih terlelap, Luthfi dan istrinya telah larut dalam pekerjaan yang bukan sekadar penghidupan—tetapi juga warisan budaya. Sejak tahun 2000, pasangan ini konsisten menjaga nyala bara dan cita rasa ikan asap khas Jailolo, salah satu yang terbaik di Halmahera Barat.
“Fufu ini sudah kami pakai sejak awal usaha. Kami hanya mengandalkan api dari kayu dan sabut kelapa. Tidak bisa diganti. Aroma dan matangnya beda,” ucap Luthfi, sembari menambahkan kayu ke dalam perapian.
Setiap hari, Luthfi mengolah sekitar 70 ekor ikan Cakalang, Tuna, dan Tongkol. Ikan-ikan ini ia peroleh dari nelayan lokal Jailolo atau kadang dari Ternate jika stok menipis. Sebelum diasapi, ikan-ikan tersebut dibersihkan dan dilumuri bumbu sederhana khas kampung.
“Kami tidak pakai macam-macam. Yang penting ikan segar, apinya stabil, dan bumbunya meresap. Dari situ rasa khasnya keluar,” ujarnya sambil tersenyum kecil.
Baca Juga : ShukaGrill Kemayoran: Sensasi Kuliner All You Can Eat dengan City View Menawan di Tengah Jakarta
Proses pengasapan dilakukan oleh sang istri dengan penuh ketelitian. Ia membolak-balik ikan perlahan, menjaga agar setiap sisi matang merata tanpa gosong. Sesekali, ia menyeka keringat yang menetes dari dahinya, tanda dedikasi yang tak main-main.
Ikan asap buatan Luthfi tak hanya digemari oleh warga lokal, tetapi juga sering diburu wisatawan sebagai oleh-oleh. Harganya pun terjangkau, antara Rp30.000 hingga Rp50.000 per ekor, tergantung besar kecilnya ukuran.
“Ikan asap ini bisa tahan 3 sampai 4 hari. Bisa dibawa ke luar pulau, ke Sulawesi, Jawa, bahkan sampai Kalimantan. Banyak yang datang khusus beli buat oleh-oleh,” ungkapnya.
Baca Juga : Menoreh Food Festival 2025: Mie Kemebul Gratis dan Kolaborasi Lintas Sektor Meriahkan Kulon Progo
Keunggulan Cakalang, Tuna, dan Tongkol menurut Luthfi ada pada teksturnya yang empuk, mudah diasap, dan memiliki cita rasa kuat meski tanpa banyak bumbu. Ikan ini juga kaya protein, cocok untuk dimasak dalam berbagai sajian.
Tips dari Ahlinya: Hangatkan Dulu, Baru Potong
Sambil menyeka peluh dari tangannya, Luthfi membagi sedikit rahasia. “Kalau mau masak, panaskan dulu ikan asapnya biar lebih lembut. Setelah itu baru dipotong-potong, mau dijadikan sop, ditumis, atau digoreng sambal merah juga enak,” ungkapnya.
Makanan ini tak hanya soal rasa, tapi juga tentang cerita dan nilai. Tentang orang-orang sederhana yang menjaga tradisi kuliner agar tetap hidup di tengah arus modernisasi yang kencang.
Luthfi tahu, apa yang ia lakukan bukan sekadar usaha. Ikan asap dari Jailolo adalah bagian dari identitas kuliner Halmahera Barat. Ketika orang berbicara tentang kekayaan laut Maluku Utara, di sanalah nama ikan asap Galala selalu disebut.
Baca Juga : El Asador Perkenalkan Menu Baru dengan Cita Rasa Otentik Amerika Selatan di Jakarta
“Kami tidak banyak. Tapi selama tangan ini masih kuat, bara ini akan tetap kami jaga,” ucapnya lirih, sambil menatap asap yang perlahan naik ke langit pagi itu. (*)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Wartamedia Network WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029Vb6hTttLSmbSBkhohb1J Pastikan kalian sudah install aplikasi WhatsApp ya.
- Editor : Fatkhurrohim