News

Memaacu Target Kunjungan Wisman di Tengah Krisis Bencana Alam

Warta Event – Bali. Ditengah-tengah mengejar target kunjungan wisatawan asing (wisman) sebesar 17 juta kunjungan ke Indonesia, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) harus beradaptasi dengan krisis bencana alam yang menimpa di kantong-kantong pendulang wisman terbesar.

Upaya untuk memperbaiki kunjungan wisman pun mendapat sedikit tantangan manakala Negara-negara penyumbang wisman terbesar mengeluarkan travel advice ke setiap warganya yang akan bepergian ke Indonesia usai diterjang bencana.

Bencana alam Meletusnya Gunung Agung di Bali pada penghujung tahun lalu dan gempa bumi sebulan lalu harus diakui membawa dampak pada defisit kunjungan wisman ke Indonesia. Hal ini lah yang membuat Kemenpar harus berfikir keras untuk mencapai target di situasi yang kurang menguntungkan.

Vinsensius Jemadu, Asisten Deputi Pemasaran II untuk Regional I Kementerian Pariwisata, dalam Sosialisasi Promosi Pariwisata Pada Media Nasional, tanggal 5-7 September 2018 di Bali, mengatakan, empat bulan kedepan merupakan masa yang menegangkan. Sebab, target 17 juta wisman sudah di depan mata.

Selain target yang sudah dipenghujung tahun, pariwisata Indonesia pun harus dipusingkan dengan beberapa Negara yang “sensitif” dengan bencana ketika akan memutuskan untuk berwisata ke suatu Negara.

“Hingga bulan Juni 2018, wisman yang berkunjung ke Indonesia sebesar 7.5 juta. Kemudian data di bulan Juli 2018 menunjukan ada 1.5 juta wisman yang menyambangi Indonesia. Jadi masih defisit antara 8 juta wisman. Dan, defisit ini harus dipenuhi dalam kurun waktu empat bulan kedepan,” terang Vinsen.

Vinsen pun menegaskan, bahwasannya beberapa Negara penyumbang wisman terbesar pun sangat sensitif dengan bencana alam. “Saat gempa bumi melanda Lombok dan sekitarnya, pemerintah Indonesia harus kehilangan 10.000 wisman Tiongkok karena membatalkan kunjungan ke daerah tersebut,” ungkap Vinsen.

Negara-negara lain yang sensitif atas bencana alam yaitu, Jepang, Korea, Australia kecuali Amerika. “Dulu Australia tidak terlalu sensitif dengan isu bencana alam ketika akan memutuskan untuk berlibur. Tapi, beberapa tahun belakangan Australia mulai sensitif. Bahkan selang beberapa hari usai bencana alam langsung mengeluarkan travel adviceke warganya,” pungkas Vinsen.

Meski demikian, Kementerian Pariwisata pun bergerak cepat untuk memulihkan situasi pariwisata. Upaya ini dipertegas dengan mengaktifkan kembali manajemen krisis kepariwsataan, agar wisatawan tetap nyaman. Selain itu Kemenpar pun tetap mempromosikan beberapa daerah di sekitar gempa yang tidak terdampak.

“Contoh, kawasan Mandalika menjadi destinasi yang tak terdampak gempa di Lombok. Sedangkan kawasan yang terkena dampak gempa tidak diperbolehkan untuk di promosikan. Upaya-upaya ini sangat penting, agar wisatawan mendapatkan kabar yang benar, bahwa tidak semua kawasan wisata di Lombok terkena gempa,” urai Vinsen.

Upaya lain yaitu, menyisir kawasan terdampak gempa, kemudian memberitahu kabar kepada dunia, bahwa beberapa destinasi pariwisata di Indonesia tetap aman dan nyaman untuk dikunjungi wisman. Sebab gempa terjadi hanya di Lombok, itu pun tidak semunya terdampak gempa. Dan Kemenpar pun telah menganggarkan biaya sebesar Rp20 miliar untuk memulihkan kembali pariwisata Lombok. [Fatkhurrohim]