Lifestyle

“Merayu” Wisatawan Melalui Event Musik Jazz

wartaevent.com – Jakarta. Penyelenggaraan event seperti festival musik di Indonesia tumbuh bak jamur di musim penghujan. Tumbuh begitu subur dari sabang sampai merauke. Dari yang baru seumur jagung hingga berusia puluhan tahun. Dari yang baru merintis hingga yang jatuh bangun untuk menjaga eksistensi dan gengsi agar eventnya tetap bertahan.

Hal ini di kupas dalam hari kedua Coaching Clinic Calendar of Event 2019 yang berlangsung pada hari Kamis (18/07/2019) kemarin di Spark Luxe Hotel, Pecenongan, Jakarta, dengan narasumber Dewi Gontha, Direktur Utama Java Festival Production.

Dihadapan para professional event organizer, Dewi Gontha, menceritakan, membangun event Java Jazz kali pertama adalah titik awal pahitnya ketika memutuskan terjun di dunia showbiz. Secara kalkulasi matematis materi, Java Festival Production rugi besar. Akan tetapi secara promosi berbanding terbalik. Pasalnya, nama Java Jazz langsung mulai dikenal sebagai festival musik Jazz yang ada di Indonesia.

“Tahun 2005 penyelenggaraan kita rugi besar secara materil. Akan tetapi dari sisi promosi sangat bagus. Sebab Java Jazz sudah mulai dikenal oleh penikmat musik. Dan kita saat itu memboyong musisi dan grup musik Jazz sangat banyak, baik yang dari dalam maupun luar negeri. Musisi dari luar negeri terkenal saat itu yang kita bawa adalah James Brown,” ungkap Dewi.

Seiring waktu, Festival Musik Jazz terbesar di Tanah Air pun sudah mulai menemukan, format, bentuk, dan pangsa pasar yang akan mereka sasar. Meski demikian, Dewi mengaku, pihaknya pun sempat kembali down di tengah-tengah 15 tahun penyelenggaraan event ini.

Kritik tajam sampai ke kuping penyelenggara annual event musik kebanggaan Indonesia ini. Tuduhan dari para penikmat musik bahwasanya Java Jaz sekarang lebih memilih aliran musik “industri”, sudah tidak idealis lagi dengan genre Jazz pun kerap diterimanya. Tapi dilain sisi, tidak sedikit pula yang menyanjung keberanian Java Jazz yang mampu menyandingkan grup musik dan musisi di luar genre Jazz dengan begitu apik.

“Pilihan yang sulit, ketika harus memilih idealisme atas satu aliran musik dengan selera pasar dalam dunia showbiz. Sangat sedikit ditemukan festival musik Jazz di dunia yang benar-benar membawakan satu genre. Apalagi di generasi millennial seperti sekarang ini. Banyak sekali generasi sekarang yang benar-benar mengerti dan memahami sejatinya musik Jazz,” ungkap putri Peter Gontha ini.

Festival maupun event musik saat ini sudah menjadi gaya hidup. Lebih dari sekedar menikmati musik. Oleh karenaya, setiap penyelenggara harus pandai memutar otak membangun kreativitas di industri yang penuh risiko ini. “Salah satu setrategi kita adalah bagaimna cara membangun komunikasi dengan pasar (penonton). Terpeleset sedikit saja ketika membangun konsep dan tema utama runtuhlah jalur komunikasi yang kita bangun,” terangnya.

Memasuki usia 15 tahun penyelenggaraan, Java Festival Production terus mengedukasi para penontonya, mulai dari cara membuang sampah, mengenalkan sisi kebudayaan melalui alat promosinya, hingga belajar mengenal jenis musik di setiap penyelenggaraan Java Jazz.

Dalam kesempatan tersebut, Dewi pun berbagi pengetahuan mengenai promosi untuk penyelenggaraan event musik. Endorser yang paling sukses dan tepat untuk berpromosi secara langsung dalam event musik adalah artis yang akan didatangkannya. Semakin banyak artis dengan nama besar baik dalam maupun luar negeri maka akan semakin bagus untuk menaikan kesadaran para penonton akan event tersebut,’ ucap Dewi.

Oleh kaena selalu sukses mendatangkan artis dan musisi dengan nama besar, maka Java Jazz kini telah dikenal tidak hanya di Indonesia. Bahkan telah dikenal hingga luar negeri. Secara tidak langsung, mengkampanyekan ke dunia bahwa Indonesia aman untuk didatangi musisi atau pun artis-artis ternama luar negeri.

“Bayangkan saja, kalau kita harus berpromosi melalui media-media yang ada di luar negeri. Berapa ribu bahkan jutaan dolar yang harus keluar dari kocek. Dan kita secara materi tidak mampu untuk berpromosi di luar negeri,” jelas Dewi.

Dalam tahapan promosi, Dewi, menyarankan, rangkul dan ajak kerja sama peliputan dengan berbagai media. Mulai dari media lokal, mainstream, media luar negeri hingga media daring seperti YouTube. “Siapa nyana, Java Jazz dapat bekerja sama langsung dengan YouTube. Dari yang semula hanya terbatas untuk kanal Asean, hingga pada akhirnya dibuka secara global. Sehingga penikmat Java Jazz dapat dinikmati secara live streaming real time,” paparnya. [*]