News

Pentingnya Berkomentar Sesuai Etika Digital

WARTAEVENT.COM, Kab. Nganjuk – Etika tradisional adalah etika offline menyangkut tata cara lama, kebiasaan, dan budaya yang merupakan kesepakatan bersama dari setiap kelompok masyarakat, sehingga menunjukkan apa yang pantas dan tidak pantas sebagai pedoman sikap dan perilaku anggota masyarakat.

Sementara itu, etika kontemporer adalah etika elektronik dan online menyangkut tata cara, kebiasaan, dan budaya yang berkembang karena teknologi yang memungkinkan pertemuan sosial budaya secara lebih luas dan global.

“Ketika kita berada di ruang digital, kita perlu mematuhi aturan di dalamnya. Seperti pepatah di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” tutur Diding Adi Parwoto, Praktisi IT & Penggiat Literasi Digital dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 di wilayah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Senin (04/10/2021).

Survei dari Digital Civility Index menyatakan Indonesia sebagai negara paling tidak sopan di ruang digital. Hal ini berbanding terbalik dengan masyarakat yang ramah di dunia nyata. Beberapa kasus bully yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia di ruang digital, yakni menyerbu akun Microsoft karena hasil survei DCI, menghujat TikTokers Filipina, dan lainnya.

Menurut Diding, masyarakat lebih berani di ruang digital karena saat bertemu langsung cenderung lebih sungkan dan takut menyinggung perasaan orang lain. Berbeda dengan di ruang digital, masyarakat tidak berhadapan secara langsung karena ada perantara gadget. Oleh karena itu, masyarakat banyak yang merasa bebas mengekspresikan apapun tanpa adanya batasan di ruang digital.

“Kalau melihat komentar-komentar netizen, kita kehilangan ketenangan, berpikir sistematis, cara berpikir kritis dialektis, melihat sesuatu dari multiperspektif dan menyeluruh. Sehingga, kita dapat dikatakan telah kehilangan kebijaksanaan kita,” ungkapnya.

Kita kurang bijak dalam menangani sisi negatif di ruang digital. Hal ini bisa dipicu karena obsesi pada kecepatan mendapatkan informasi, terlalu reaktif, rentan akan hoaks, kehilangan stamina berpikir, adanya echo chamber dan filter bubble.

Pada dasarnya, ketika kita berkomentar secara bijak sama dengan menghargai diri sendiri. Selain itu, komentar bijak sebagai bentuk menghargai orang lain dan menciptakan lingkungan yang sehat di ruang digital. Komentar bijak ini harus sopan dan santun, tidak menyebarkan konten pornografi, tidak bertentangan dengan SARA, beropini sesuai fakta, dan selalu memeriksa dan memastikan kebenaran.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Senin (04/10/2021) juga menghadirkan pembicara, Akhmad Fajar Ma’rufin (Dosen Instansi STMIK Yadika Bangil Kabupaten Pasuruan), Moh. Sulhan (Wakil Direktur 1 Politeknik Unsima Malang), Arif Wicaksono (Praktisi Usaha dan Perbankan), dan Anjani Adyalaksmini sebagai Key Opinion Leader.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.

Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Leave a Reply