Petani Kopra Indonesia Timur Perlu Pendampingan dari Pemerintah Pusat
wartaevent.com – Jakarta. Kelapa menjadi salah satu sumber kekayaan alam Indonesia Timur. Dari kelapa ini dapat menghasilkan beragam produk turunan mulai dari Virgin Coconut Oil (VCO), Kopra, minyak, dan lain sebagainya. Akan tetapi, dalam beberapa tahun belakangan ini produk Kopra di Indonesia Timur mengalami penurunan harga yang sangat mengkhawatirkan.
Untuk kembali meningkatkan daya saing dan harga produk Kopra di Indonesia Timur, Gerakan Intelektual Muda Indonesia Timur (GIMIT) di dukung Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada hari Selasa (10/09/2019) di Hotel Cemara, Menteng, Jakarta, mengelar Focus Group Discussion mengenai Komoditi Kelapa dari Hulu sampai Hilir.
Gawi Your, Ketua Gerakan Intelektual Muda Indonesia Timur (GIMIT), menyampaikan, bahwa dengan menurunya harga komiditi utama dari daerahnya sangat berpengaruh kepada sumber penghasilan keluarga dalam membiayai pendidikan anak-anaknya di perantauan.
“Untuk itu, melalui GIMIT dengan mendapat dukungan dari Kemendag berupaya mencari titik temu untuk mengurai permasalahan ini. Kami mengusulkan ke Kemendag agar dapat menetapkan pemberlakuan satu harga untuk petani Kopra di seluruh daerah di Indonesia Timur,” ungkap Gawi.
Gawi, melalui GIMIT pun akan terus berupaya memperjuangkan harga Kopra di daerahnya naik kembali. Sebab, permasalahan turunya harga Kopra di daerah terus berlarut-larut dan belum terselesaikan. “Kami pun menghimbau kepada Pemerintah Daerah untuk menerbitkan Perda yang dapat kontribusi positif untuk petani Kopra,” terang Gawi.
Sementara itu, Sulistiawati, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan, menjelaskan, seperti diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sekitar 6,5 persen di tahun 2018.
Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi tidak diimbangi dengan neraca perdangan Indonesia yang yang mengalami defisit sekitar US Dolar 6,35 juta. Defisit ini berasal dari surplus non migas sebesar US Dolar 7,85 juta. Sementara defisit migas mencapai US Dolar 142,4 juta. Artinya sektor non migas masih sangat besar.
Jika dikaitkan dengan komoditi artinya Indonesia harus memiliki nilai jual melalui SDA dengan salah satunya Kopra. Tetapi ketika harga Kopra menurun artinya Indonesia harus membuat nilai tambah di hilirnya. Saati ini harga ekspor Kopra dunia sedang mengalami penurunan.
Kalua dilihat dari pemasalahan, industri Kopra ini harus ditinjau dari hulu hingga ke hilir untuk mengetahui supply dan demand. Kemudian harus dapat pula mendifersifikasi produk kelapa dan turunannya. Setelah itu harus melihat pangsa pasar negara tujuan ekspor Kopra. “Saat ini negara dengan kebutuhan Kopra antara lain adalah India, Nepal, Malaysia, Bangladesh. Kita pun harus mampu membuat difersifikasi pasar tujuan ekspor agar produk bisa terjual,” terang Sulistiawati.
Pada kesempatan yang sama, Ruben Beda Kule dari PT Adonara, pelaku industri Kopra di Indonesia Timur menilai, kelapa di Indonesia Timur telah menjadi komoditi terbesar pertama dan sebagai penopang ekonomi masyarakat. Untuk itu perlu pemberlakuan satu harga untuk di seluruh daerah di Indonesia. Sebab, fakta di lapangan harga Kopra di seluruh daerah Indonesia berbeda-beda.
Sementara pada sisi lain para petani kelapa tidak mempunyai pilihan. Mereka harus tetap menjualnya karena itu sumber pendapatannya. Ketika sebutir kelapa akan dijjadikan Kopra ternyata membutuhkan proses yang sangat panjang. Dan untuk menjadikan 1 Kg Kopra memerlukan 3-4 butir kelapa. Akan tetapi ketika telah menjadi 1 Kg Kopra dibeli dengan harga murah oleh tengkulak. Ini sangat miris.
“Petani di NTT, hingga hari ini harga per 1 Kg Kopra dijual sebesar Rp3500 ke Tengkulak. Kemudian di level Industri harganya mencapai Rp6000 per Kg. Artinya ada perbedaan harga yang besar dari petani untuk sampai ke Industri. Ada semacam mata rantai yang terputus untuk permasalahan harga,” ungkap Ruben.
Untuk itu, Ruben menilai, selain menentukan pemberlakuan satu harga untuk Kopra di Indonesia, pemerintah pun harus membangun lagi komunikasi dengan daerah dan para petani kelapa. Setidaknya perlu ada pendampingan dari pemerintah pusat untuk mengawal dan mengurai permasalahan kesenjangan harga Kopra di daerah.
“Pola pendampingan dari pemerintah pusat ini penting. Sebab, di tingkatan petani mereka tidak memahami dan mengetahui secara detail serta pasti kenapa harga Kopra turun. Yang mereka ketahui adalah memanen kemudian menjual berapa pun harganya karena ini sumber penghasilan utama mereka,” tutup Ruben. [*]