News

‘Tulisan Para Diplomat Wajib Dibaca Pemerhati Polugri’, Komentar Tantowi Yahya

Dalam artikelnya, Dubes Nahari menuliskan pengalamannya dua kali bertemu Presiden Libya Muammar Khadafi tahun 2001. Hassan Wirajuda menghargai tulisan itu. Ini menyangkut tokoh kontroversial menurut pihak Barat, tetapi kharismatik bahkan dicintai rakyatnya, yaitu Muammar Khadaffi. Tampil dengan kesederhanaannya pemimpin Libya ini menunjukkan sikap nasionalismenya dan tidak mau tunduk dengan keinginan Barat.

Sebagaimana diketahui pada tahun 2001, delegasi Indonesia diterima di suatu tenda berukuran besar di Kota Sirte. Seperti biasa, Khadafi mengenakan jubah chic dan topi khas. Ia duduk sambil sesekali mengibaskan alat pengusir lalat yang terbuat dari ranting-ranting pohon, mungkin untuk menunjukkan kesederhanaannya.

Baca Juga : Indonesia Paparkan Rencana Strategis Pengembangan Pariwisata di ASEAN NTO’s 2024

Cerita uniknya adalah proses panjang bertemu Khadafi. Sejak pagi, delegasi  telah diminta untuk bersiap di lobi hotel Kota Tripoli. Standby menunggu berjam-jam merupakan hal yang lumrah terjadi di Libya karena protokol Libya tidak pernah menginfokan secara persis jadwal pertemuan.

Pembicara berikutnya adalah Tantowi Yahya. Mantan Dubes RI di Selandia Baru ini merekomendasikan agar buku ini untuk menjadi pegangan dan referensi di perpustakaan sekolah dan perguruan tinggi. ”Menurut saya tulisan para diplomat ini wajib dibaca pelaku dan pemerhati polugri,” komentar Tantowi Yahya

Hal ini mengingat isinya konstekstual. Contoh yang paling konkrit adalah masalah ekonomi, hankam, dan lingkungan hidup yang memerlukan kerja sama yang erat antarnegara.

Mengutip kata-kata Pramoedya Ananta Toer: ”Menulislah maka engkau ada”, maka pandangan itu dapat membangkitkan semangat untuk memecahan masalah. Terakhir disampaikan Tantowi Yahya bahwa membuat tulisan itu adalah warisan budaya tak benda (intangible heritage). Dengan adanya media sosial tulisan itu menjadi keharusan karena terjadi interaksi sosial, dan ini sangat menunjang tugas sebagai diplomat.

Baca Juga : Di ASEAN+ Youth Summit, Menparekraf Katakan Pemuda ASEAN Harus Berperan Ciptakan Lapangan Kerja

Pembicara terakhir Niniek Kun Naryatie, mantan Dubes RI di Argentina dan Ukraina. Mewakili semua kontributor penulisan Dubes Niniek Kun menyatakan sangat terhormat dengan pandangan kedua pembicara sebelumnya.

Pengalaman Dr. Hassan Wirajuda sebagai Dubes RI di Mesir sangat melengkapi tulisan Dubes Fachir karena dalam posisi Dr. Hassan Wirajuda berikutnya sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden tahun 2011 dapat memberikan masukan yang tepat kepada Presiden RI untuk melindungi WNI di Mesir.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *