News

Waspada, Jangan Sampai Jadi Korban Kekerasan Berbasis Gender “Online”!

Atau segala bentuk kekerasan yang bertujuan menyerang gender dan seksualitas, baik orang atau pihak lain yang difasilitasi teknologi internet. Umumnya, motivasi pelaku adalah untuk melampiaskan dendam, cemburu, memiliki agenda politik, agenda ideologi, kebutuhan keuangan, atau hasrat seksual.

“Beberapa aktivitas yang bisa dikategorikan sebagai tindakan kekerasan berbasis gender online, antara lain pelanggaran privasi, pengawan dan pemantauan, perusakan reputasi, pelecehan, ancaman dan kekerasan langsung, serta serangan yang ditargetkan ke komunitas tertentu,” ucap Al Akbar.

Baca Juga : Berbekal Literasi Digital, Temani Anak Masuki Dunia Baru Internet

Pada 2021, lanjut Al Akbar, ada ratusan laporan kekerasan berbasis gender online yang diterima SAFEnet, persisnya sebanyak 677 aduan kasus. Modus yang digunakan mulai dari intimidasi, penipuan, grooming, bahkan fitnah. Angkat tersebut meningkat dibanding jumlah aduan di tahun sebelumnya, yaitu di 2020 yang sebanyak 659 aduan kasus.

Astin Meiningsih menuturkan, beberapa dampak yang dialami korban dari tindakan kekereasan berbasis gender online, antara lain kerugian psikologis, keterasingan sosial, kerugian ekonomi, mobilitas terbatas, dan sensor diri.

Baca Juga : 4 Pilar Literasi Digital Agar Netiket Berjalan Masif

Menurut dia, orang yang menjadi korban kekerasan jenis ini adalah seseorang yang terlibat dalam hubungan intim; profesiona; serta penyintas dan korban penyerangan fisik.

Astin mengingatkan beberapa penyebab seseorang menjadi korban kekerasan berbasis gender online, seperti rendahnya pemahaman akan pentingnya menjaga keamana data pribadi di ranah digital, terlalu banyak mengumbar informasi di media sosial, masalah keuangan, serta tingkat pendidikan.

Baca Juga : Elemen Non Pemerintah Harus Turut Sukseskan Literasi Digital

“Ingat, kekerasan berbasis gender online juga dapat masuk ke dunia offline, di mana korban atau penyintas mengalami kombinasi penyiksaan fisik, seksual, dan psikologis, baik secara online maupun langsung di dunia nyata,” kata Astin.

Sementara itu, I Gede Putu Krisna menyampaikan beberapa cara untuk menyikapi kekerasan berbasis gender online. Pertama, mendokumentasikan hal-hal yang terjadi pada diri sendiri.

Baca Juga : Tangkal Radikalisme, Bekali Pelajar dengan Literasi Digital

Kedua, terus memantau situasi yang dihadapi. Ketiga, menghubungi pusat bantuan. Dan keempat adalah dengan memblokir akun pelaku dan melaporkan ke pihak berwajib.

Workshop Literasi Digital ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi. [*]

Leave a Reply