News

Ini Penyebab Rendahnya Etika Bersosial Media Netizen Indonesia

WARTAEVENT.COM, Kab. Mojokerto – Berdasarkan studi yang dilakukan Microsoft selama 2020, netizen Indonesia disebut sebagai pengguna sosial media paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Firda Hariyanti, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan ITSNU Pasuruan, mengatakan, pola bersosial media netizen Indonesia sebenarnya merupakan representasi dari sikap di dunia nyata.

Perilaku yang tidak memperhatikan etika dan sopan santun di media sosial juga sesuai dengan keadaan riil saat ini, di mana etika dan sopan santun di dunia nyata juga kerap menjadi persoalan tersendiri.

“Perbedaannya terletak pada pola komunikasi yang terjadi, di ranah sosial media interaksi yang terjadi bersifat intermediated communication atau komunikasi yang termediasi. Sementara di ruang nyata, komunikasi terjadi secara face to face dan tradisional,” ujar Firda, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Selasa (31/8/2021).

Ia menerangkan, hal itu berpengaruh pada batas psikologis pola komunikasi yang terjadi antara dua manusia. “Dalam komunikasi sehari-hari kita terkondisi untuk menjaga sopan santun, misalnya dalam komunikasi dengan orang tua. Ada batas psikologis di sana. Di media sosial, batasan psikologis dan penghargaan itu nyaris hilang,” jelasnya.

Ia mengungkapkan, buruknya etika bermedia sosial netizen Indonesia disebabkan oleh kelompok masyarakat yang menggunakan sosial media sebagai tempat untuk menyampaikan pendapat yang tidak bisa diutarakan atau ditunjukan pada masyarakat di dunia nyata.

“Media sosial digunakan sebagian masyarakat untuk menunjukan sikap dan pendapatnya yang ingin disembunyikannya dari orang-orang di lingkungan sekitarnya. Selain itu kelompok masyarakat ini juga merasa bahwa tidak ada yang mau mendengarkannya dalam komunikasi yang bersifat dialogis. Maka pendapat disalurkan dengan memberikan komentar pada postingan orang lain. Apapun komentarnya, yang penting tersampaikan. Persepsi dengan memberikan aneka komentar maka merasa didengar dan eksistensi diakui, maka tujuan komunikasi tercapai,” terangnya.

Lanjutnya, komentar negatif yang ditunjukan oleh netizen Indonesia juga dipengaruhi dengan kondisi sosial ekonomi yang sedang terjadi saat ini. Kondisi Pandemi Covid-19 menghasilkan kecemasan dan frustasi di masyarakat. Kondisi ini menyebabkan media sosial tak hanya menjadi ruang untuk menyampaikan komunikasi atau pesan, tapi juga frustasi yang tidak terwadahi.

“Penyaluran frustasi massa yang tak terwadahi di dunia nyata, tentu yang paling mngkin, murah dan mudah adalah di media digital. Ruang ini tak menolak ekspresi apapun, ekspresi yang tak etis, tak sopan, bahkan cenderung melanggar hukum, di luar identias asli pelakunya,” papar dia.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Selasa (31/8/2021) juga menghadirkan pembicara Muhammad Alvin Al Huda (CEO CV. Huni Raya Group), Erwan Adi Saputro (Dosen UPN Veteran Jawa Timur), Eka Rini Widya Astuti (Ketua Program Studi S1 Desain Komunikasi Visual ITSNU Pasuruan), dan Mukhammad Kholil Subarkah (Pendiri Dolan Pasuruan) sebagai Key Opinion Leader.

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.

Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Leave a Reply