News

Media Sosial Menjadi Sarana Favorit Penyebaran Hoax

WARTAEVENT.com – Pasuruan. Media sosial telah dimanfaatkan bukan cuma untuk bertemu dengan kawan lama, tetapi juga mencari dan berbagi informasi. Sayang, banyak pihak menyalahgunakan media sosial untuk menyebar berita bohong dan menjadikannya sebagai saluran favorit menyebar hoaks.

Menurut riset yang dilakukan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) proses survei dilakukan secara online dan melibatkan 1,116 responden. Sebanyak 91,8% responden mengatakan berita mengenai Sosial-Politik, baik terkait Pemilihan Kepala Daerah atau pemerintah, adalah jenis hoaks yang paling sering ditemui, dengan persentase di media sosial sebanyak 92,40%.

Selain itu, 62,8% responden mengaku sering menerima hoaks dari aplikasi pesan singkat seperti Line, WhatsApp atau Telegram. Saluran penyebaran hoaks lainnya adalah situs web 34,9%, televisi 8,7%, media cetak 5%, email 3,1% dan radio 1,2%. Sebanyak 96% responden juga berpendapat hoaks dapat menghambat pembangunan.

“Hoaks sengaja dibuat untuk memengaruhi opini publik dan kian marak lantaran faktor stimulasi seperti Sosial Politik dan SARA. Hoaks ini juga muncul karena biasanya masyarakat menyukai sesuatu yang heboh,” ujar Misdiyanto, Dosen Fakultas Teknik Komputer UPM Probolinggo, dalam webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kota Pasuruan, Jawa Timur, Jumat (10/9/2021).

Dalam survei yang sama juga diungkapkan 90,3% responden menjawab hoaks adalah berita bohong yang disengaja, 61,6% mengatakan hoaks adalah berita yang menghasut, 59% berpendapat hoaks adalah berita tidak akurat, dan 14% menganggap hoaks sebagai berita ramalan atau fiksi ilmiah.

Selain itu, 12% mengatakan hoaks adalah berita yang menyudutkan pemerintah, 3% menjawab “berita yang tidak saya sukai”, dan hanya 0,6% tidak tahu mengenai hoaks. Ketidakjelasan sumber berita membuat 83,2% responden langsung memeriksa kebenaran berita itu, serta 15,9% langsung menghapus dan mendiamkannya. Hanya 1% responden menyatakan langsung meneruskan berita tersebut.

“Responden sudah cukup kritis karena mereka telah terbiasa memeriksa kebenaran berita. Ini artinya sudah bagus. Tinggal bagaimana mencegah kelompok silent majority berpindah menjadi haters,” tuturnya.

Survei tentang wabah hoaks nasional ini melibatkan responden dengan rentang usia 25 sampai 40 tahun sebanyak 40%, di atas 40 tahun 25,7%, 20 sampai 24 tahun 18,4%, 16 sampai 19 tahun 7,7%, dan di bawah 15 tahun 0,4%. Survei berlangsung selama 48 jam.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kota Pasuran, Jawa Timur, Jumat (10/9/2021) juga menghadirkan pembicara Keke Michelle Awuy (Tenaga Ahli DPRI RI), Devi R. Ayu (Founder & Director CINDAGA), Edward Maraden (Field on Border Team Leader at Zenius Education), dan M. Kholil Subarkah (Founder Komunitas @DolanPasuruan.id) sebagai Key Opinion Leader.

Gerakan Nasional untuk Indonesia #MakinCakapDigital ini berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills). Dan melibatkan 110 lembaga juga komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital.

Kegiatan yang diadakan di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten ini dilaksanakan secara virtual berbasis webinar. Dengan menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Dengan maksud dan tujuan utamanya membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital. (*)

Leave a Reply