Travel

Ritual Manortor Persembahan yang Mulai Terkikis dan Mahal

WARTAEVENT.com – Tobasa. Pasti kalian sudah tak asing lagi dengan tarian Tor Tor atau mungkin pernah menari bersama alias Manortor. Memang kurang lengkap jika berkunjung ke kawasan destinasi Danau Toba jika tidak Manortor. Terlebih lagi Manortor di daerah adatnya langsung. 

Menjadi pengalaman yang baru bagi tim “Culture Exploration in Toba” dari grup Kementerian Pariwisata ketika diajarkan Manortor di daerah adat bernama Huta Tinggi. Lebih dari sekedar bergairah, mereka pun merasa mendapat pengetahuan tentang sejarah tarian Tor Tor yang sudah ada sejak raja Sisingamangaraja tersebut.

Baca Juga : Menjual Medali dan Pin Emas Demi Membangun Taman Eden 100

Di dusun Huta Tinggi, Pardomuan Nauli, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir memiliki 3 tarian Tor Tor yang memiliki makna tidak hanya sejarah tapi juga adat istiadat mereka yang sudah ada sejak ribuan tahun silam lamanya.

Kurang lengkap jika berkunjung ke kawasan destinasi Danau Toba jika tidak Manortor.

Menjadi istimewa, ketika para rombongan ini diajak manortor dalam kondisi adaptasi kebiasaan baru dengan menerapkan protokol kesehatan berbasis Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability (CHSE) seperti menggunakan masker.

Baca Juga : Andaliman Dari Kawasan Danau Toba Menuju Dunia

Tidak hanya harus piawai mengatur gerakan pun harus mengatur pernapasan saat mengenakan masker—yang wajib digunakan selama manortor di dususn yang kini menjadi desa wisata tersebut. 

Tor Tor Persembahan

Di Huta Tinggi ini ada 3 tarian tor tor yang dianggap sebagai tarian persembahan kepada Mulajadi Nabolon.

Robis Butar Butar, salah satu pemangku adat di Huta Tinggi  menyatakan, di Huta Tinggi ini ada 3 tarian tor tor yang dianggap sebagai tarian persembahan kepada Mulajadi Nabolon atau Dewa tertinggi dalam mitologi Batak yaitu Banua Ginjang, Banua Tonga dan Banua Toru.

“Untuk itu tarian Tor Tor tersebut harus diiringi dengan Gondang Bolon dan Gondang Hasapi. Yakni alat dan cara menari Tor Tor yang dilakukan di halaman di luar ruangan dengan menabuh Gondang Bolon,” ungkap Robis.

Baca Juga : Cerita Dibalik Sepeda Ontel Hingga Mobil Anti Peluru Sang Jenderal

Gondang Bolon dan Gondong Hasapi menjadi wajib hukumnya ketika akan digunakan memperingati ritual khusus seperti hari kelahiran Tuhan Simarimbulubosi dan Tahun Baru Batak.

Gondang Bolon terdiri atas 5 gendang yaitu 1 gendang gordang, dan 4 gendang bogum dan sarune. Kemudian ada juga pemetik botol. Sementara itu untuk Gondang Hasapi terdiri atas garantung hasapi, sarone, dan pemetik gitar. Untuk memainkan Gendang Bolon dan Gendang Hasapi memerlukan 5-8 orang.

Terkikis Oleh Keyboard

Kegilisan kita saat ini adalah peran penting Gendang Bolon dan Gendang Hasapi mulai tergantikan dengan keyboard.

Irama ritmik dari Gondang Bolon dan Gondang Hasapi beberapa tahun belakangan sudah mulai terkikis dengan alat musik modern organ atau keyboard. Fakta ini cukup mudah ditemukan pada setiap acara adat Batak seperti acara pesta maupun acara kematian. 

“Kegilisan kita saat ini adalah peran penting Gendang Bolon dan Gendang Hasapi mulai tergantikan dengan keyboard, tapi kami dari parmalin akan tetap mempertahankan tradisi ini,” tambah Robis.

Baca Juga : Gairah Berwisata ke Danau Toba Menurun, Ini Upaya Pemerintah Sumatera Utara

Ini menjadi kendala nyata yang harus dihadapi agar keberadaan Gendang Bolon dan Gendang Hasapi harus bertahan. 

“Memang saat ini tidak semua acara adat seperti perkawinan dan kematian yang menggunakan Gendang Bolon maupun Gendang Hasapi. Karena secara harga lebih murah menggunakan organ,” terangnya.

Baca Juga : 3 Cara Kemenparekraf Ajak Generasi Millennial Mempromosikan dan Berwisata Kembali ke Danau Toba

Robis menambahkan, mahalnya harga tersebut karena dipengaruhi oleh honor setiap pemainnya. Jika menggunakan perlengkapan Gendang Bolon maupun Gendang Hasapi artinya harus ada minimal 4 orang yang harus dibayar honornya. Sementara jika menggunakan organ atau keyboard hanya membayar 1 orang. [*]

Leave a Reply