Profile

Billy Dahlan: Ingin Menempatkan Dafam Pada Level ‘The Biggest Hotel Company in Indonesia‘

Wartaevent.com – Bali. Muda, enerjik, penuh misi, visioner, dan pantang menyerah, dalam merintis bisnis, menjadi karakteristik pengusaha muda dengan nama lengkap Billy Dahlan. Lahir di Pekalongan 33 tahun silam, bukan berarti matang “karbitan” dalam berbisnis.

Soleh Dahlan, orang tua Billy—begitu ia disapa oleh para kolega bisnisnya, adalah pebisnis handal dari Kota Pekalongan, Jawa Tengah. Orang tuanya yang menekuni bisnis sarang burung wallet yang mengajarkannya ia terjun ke dunia bisnis. Meskipun Billy sendiri mengaku bercita-cita ingin menjadi seorang arsitek. Sebab, Billy menyukai landmark gedung pencakar langit.

Usianya yang terbilang muda untuk menjadi seorang pengusaha muda di bidang properti, diganjar dengan senyum sinis oleh berbagai perusahaan penyedia jasa keuangan. Kala itu, proposal bisnisnya selalu menuai cibiran dari pihak penyedia jasa keuangan.

“Dulu, proposal bisnis saya itu selalu ditolak ketika akan mengajukan pinjeman uang ke Bank untuk mendirikan hotel pertamanya. Bahkan orang tua saya pun sempat menentangnya. Sebab, bisnis di perhotelan beresiko tinggi. Dan, orang tua saya itu berprinsip menghindari hutang dalam membangun bisnisnya,” ungkap Billy, di Bali.

Billy, mengaku beruntung, memiliki mentor bisnis Andy Irawan—CEO Dafam Hotel Management. Meskipun, merasa “dijerumuskan” dalam bisnis property, Billy banyak mendapat ilmu bisnis di bidang hospitality.

“Saya ini dijerumuskan sama Pak Andy. Saya disuruh hutang miliaran rupiah yang katanya untuk membangun bisnis perhotelan. Padahal saya juga bingung bagaimana cara mengembalikan hutang tersebut. Seperti BEP-nya sampai kapan juga belum tau saat itu,” kenang Billy Dahlan, yang kini menjabat sebagai President Director PT Dafam Group.

Sebagaimana falsafah Jawa “Wis Kadung Jeru” (sudah terlalu dalam), terperosok dalam bisnis properti, Billy pun memutuskan fokus dan serius dalam bisnis ini. Bersama Andy Irawan, ia pun mulai membangun ‘kerajaan’ bisnis hotelnya yang pertama yaitu Hotel Dafam Pekalongan.

Nalar dan konsep bisnisnya pun terbilang anti mainstream. Secondary city menjadi target utama dalam membangun dan membesarkan sayap bisnis perhotelannya. Ini dibuktikan dengan membuka hotel pertama di Kota Pekalongan, kemudian disusul dengan hotel kedua di Kota Semarang. Bukan di Jakarta, sebagai Ibu Kota Negara dan sentra bisnis Indonesia.

“Dafam Hotel Management (DHM) justru di rintis dari luar kota Jakarta. Baru beberapa tahun kemudian kita memiliki hotel Dafam di Jakarta. Meski demikian, pondasi DHM sudah baik sekali. Akan tetapi sulit melawan mindset banyak pihak khususnya investor pada saat itu,” ungkap Billy Dahlan, lulusan Marketing and Communication, Cavendish College, London, UK.

Seiiring jalan, tahun pun terus bergulir, kata Billy, bisnis yang dipimpinya bersama Andy Irawan kian tumbuh sesuai espektasi. Management pun terus melakukan inovasi-inovasi menyesuaikan keinginan pasar. Pijakan bisnisnya pun terlihat arahnya. Dari yang semula membangun hotel, kini pun merangsek menjadi operator dan atau management hotel. “Kita selalu enggan menjadi follower. Sebab, ceruk bisnisnya telah penuh dan sesak,” tambah Billy.

Memutuskan Go Public

Ketika Dafam Hotel Management memutuskan ‘melantai’ di bursa efek Indonesia alias Go Public pun bukan tanpa dasar. Tujuan Go Public pun sebenarnya untuk mencari modal dan investor, agar lebih leluasa lagi secara permodalan untuk mengembangkan sayap bisnisnya lebih lebar lagi. Sekaligus menggapai mimpi menempatkan DHM sebagai ‘The Biggest Hotel Company in Indonesia‘.

Inovasi ranah digital pun dikembangkanya. Tahun 2019 mendatang, DHM sedang menggodok platform online learning di bidang hospitality. Kalau boleh dibilang platform online learning ini mungkin kita saat ini menjadi yang pertama. Dalam frame work bisnis Billy, sangat yakin jika Grup Dafam sudah masuk IPO maka bakal mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

Hingga saat ini telah tercatat ada sekitar 24 hotel di 16 kota di Indonesia yang termasuk di dalam DHM. Dan DHM saat ini juga memiliki empat properti di wilayah Bali, Lombok dan Ternate, yakni Hotel Dafam Savvoya Seminyak Bali, Villa Savvoya Seminyak Bali, The Beverly Hills Bali, dan Mola-mola Resort Gili Air, Lombok, NTB, Grand Dafam Bela Ternate, Grand Dafam Q Hotel Banjar Baru di Kota Banjar Masin, Kalimantan Selatan.

Dalam tiga tahun kedepan, DHM ingin mengklaim sebagai The Biggest Hotel Company in Indonesia. Dan ingin mendedikasikan bisnisnya untuk kemajuan pariwisata Indonesia. Sedangkan untuk hotel-hotel yang berada di kabupaten, pihaknya lebih banyak menyasar untuk kebutuhan MICE (Meeting, Incentive, Convention and Exhibition).

Billy pun mengungkapkan harapan, semakin terus bertambahnya hotel Dafam di pelbagai kota dan daerah dapat memperluas ekspansi hotel hingga ke seluruh pelosok Indonesia. Untuk diketahui, bahwasannya DHM saat ini memiliki empat brand yakni, Dafam Expres untuk budget hotel, Moetel by Dafam, Hotel Dafam untuk para pebisnis, dan Luxury Hotel Gran Dafam.

Pada tahun ini Billy pun mentargetkan penghasilan sebanyak Rp170 miliar, dengan laba bersih hingga penghujung tahun 2018 tidak kurang dari Rp8,6 miliar. Selain itu, DHM pun akan lebih fokus kepada hotel berkasta bintang tiga yang tidak hanya menawarkan fasilitas berupa menginap saja. Akan tetapi dapat menikmati fasilitas yang lainnya.

Korporasi atau pelaku bisnis diposisikan 80 persen sebagai target utamanya untuk mendorong revenue hotel. Kemudian 20 persen diantaranya untuk pangsa pasar pelancong. Komposisi target pangsa pasar ini dirasa sangat relevan dengan kondisi perekonomian seperti sekarang ini. [Fatkhurrohim]