News

Fenomena Caci Maki di Media Sosial

WARTAEVENT.COM, Kab. Magetan – Media sosial bisa membawa dampak negatif bagi sebagian orang. Ada warganet yang sengaja memilih peran menjadi penyebar ujaran kebencian. Ada pula yang justru menjadi korban perisakan media sosial.

Berdasarkan catatan kasus kejahatan siber dari Kepolisian Republik Indonesia, tindak pidana hate speech berupa kasus penghinaan yang terjadi pada 2017 mencapai 1.657 kasus. Jumlah kasus penghinaan tahun lalu mengalami kenaikan 73,14 persen dibandingkan kasus penghinaan yang terjadi pada 2016.

Aprilia Frinanda Setiawan, Key Opinion Leader mengungkapkan pelaku ujaran kebencian di dunia maya memiliki empat kepribadian gelap: narsistik, machiavellian (manipulator impulsif), psikopat (dingin, tidak takut, dan antisosial), dan sadis.

“Lebih parahnya lagi, para pelaku menikmati ketika melakukan penghinaan, menyebar ujaran kebencian, mengintimidasi, dan membuat orang lain tidak nyaman,” ujar Aprilia dalam Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 untuk wilayah Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Jumat (30/7/2021).

Lanjutnya, pelaku yang melakukan penghinaan, menyebar ujaran kebencian, atau berusaha menjatuhkan orang lain berusaha meningkatkan status diri. “Biasanya mereka sengaja memancing kemarahan, memicu perdebatan panas, dan berusaha mendapat dukungan dari orang lain. Pada intinya, mereka sedang mencari perhatian,” ujarnya.

Ia menerangkan, seseorang yang masuk ke dunia maya, bisa saja berlindung di balik akun anonim yang dibuatnya. Dengan ‘jati diri yang baru’ tersebut, ia meninggalkan norma dan identitas diri, kemudian bersikap seperti warganet yang lain.

“Sayangnya, seringkali perilaku warganet yang diadopsi adalah perbuatan tidak baik seperti menghina. Ia merasa nyaman melakukan tindakan yang salah karena hal tersebut dilakukan oleh orang lain di dunia maya,” imbuhnya.

Aprilia mengatakan, fenomena caci maki di dunia maya ini akan semakin tumbuh subur jika terus ditanggapi. “Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memutus kejadian ini antara lain dengan tidak menanggapi cacian karena pelaku penghinaan adalah orang narsis yang haus perhatian. Kasus penghinaan di dunia maya biasanya dilakukan dengan sengaja dengan tujuan mengganggu orang lain. Pelaku bisa saja memulai argumen, mengunggah pesan menyakitkan di blog, forum atau kolom komentar orang lain,” tuturnya.

Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKomInfo) bersama Siberkreasi. Webinar wilayah Kabupaten Magetan, Jawa Timur, Jumat (30/7/2021) yang menghadirkan pembicara Ridwan Yulianto (Madrasah MIN 16 Magetan), Moh. Ami Aminudin (Ketua Umum Bhakti Jatim Sejahtera), Nur Salam (Anggota KPU Kabupaten Mangetan), dan Achyar Hudda (Guru MTSN Negeri Malinau).

Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 – untuk Indonesia #MakinCakapDigital melibatkan 110 lembaga dan komunitas sebagai agen pendidik Literasi Digital. Kegiatan ini diadakan secara virtual berbasis webinar di 34 Provinsi Indonesia dan 514 Kabupaten.

Kegiatan ini menargetkan 10.000.000 orang terliterasi digital pada tahun 2021, hingga tercapai 50 juta orang terliterasi digital pada 2024. Berlandaskan 4 pilar utama, Budaya Bermedia Digital (Digital Culture), Aman Bermedia (Digital Safety), Etis Bermedia Digital (Digital Ethics), dan Cakap Bermedia Digital (Digital Skills) untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

Leave a Reply