Site icon WARTAEVENT.COM

ICWA Menyelenggarakan Diskusi Tentang Kedekatan Indonesia dengan Pasifik

WARTA EVENT.com Jakarta. Dewan Indonesia mengenai Masalah Antarbangsa (Indonesian Council on World Affairs disingkat ICWA) telah mengadakan diskusi dengan fokus mengenai kawasan Pasifik, pada Senin, (21/4/2025).

Pertemuan dibuka secara resmi oleh Ketua Dewan Pimpinan ICWA, Dubes T.M. Hamzah Thayeb. Disampaikan bahwa setelah pengukuhan kepengurusan ICWA oleh Menlu RI bulan Januari 2025 yang lalu, sekarang ICWA telah memulai kegiatannya untuk membahas dan mendalami isu-isu internasional.

Baca Juga : Menlu Sugiono Kukuhkan Kepengurusan ICWA 2025-2027 di Kantor Kemlu

Hal ini penting untuk meningkatkan awareness semua pihak tentang isu-isu internasional yang juga menjadi tanggung jawab Indonesia. Hamzah juga menyampaikan apresiasinya atas kehadiran mantan Menlu Marty Natalegawa, para Dubes senior dan pemerhati masalah internasional yang hadir.

Diskusi mendengarkan pandangan dari Roving Ambassador untuk Pasifik yaitu Duta Besar Tantowi Yahya yang juga pernah menjadi Dubes RI di Selandia Baru. Pertemuan tersebut juga menyepakati pandangan dan masukan dari Kepala Perwakilan RI di Suva saat ini yaitu Dubes Dupito Darma Simamora, dan Dubes Benyamin Carnadi yang pernah menjadi Kepala Perwakilan RI di Fiji (2018-2019) dan Direktur Pasifik dan Oseania Kemlu, Adi Dzulfuad. 

Baca Juga : Pengurus ICWA Beranjangsana ke Menlu Sugiono

Dalam pertemuan yang dipandu Dubes Soehardjono Sastromihardjo, wakil Badan Eksekutif ICWA itu, diskusi menggarisbawahi  pentingnya kepedulian dan perhatian kepada masalah pembangunan dan sosial di Kawasan Pasifik.

Dalam sepuluh tahun periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo, keterlibatan Indonesia di wilayah kepulauan Pasifik menunjukkan peningkatan. Diharapkan tren peningkatan ini terus dilanjutkan dalam kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

Dubes T.M. Hamzah Thayeb memberikan pidato sambutan pada Diskusi tentang “Hubungan Indonesia dengan negara-negara Pasifik”, Kemlu RI, 21 April 2025.

Berikut adalah beberapa poin utama dari pandangan ”hellicopter views” Tantowi Yahya tentang kawasan Pasifik: 

Dubes Tantowi berpendapat bahwa Pasifik merupakan kawasan yang strategis dan penting, baik dari segi geopolitik maupun perekonomian. Untuk itu Tantowi mendorong agar Indonesia untuk lebih aktif dan meningkatkan peran serta pengaruhnya di kawasan Pasifik. Mantan Dubes RI untuk Selandia Baru tersebut berpandangan bahwa Indonesia dapat menjadi penghubung antara kawasan Pasifik dengan ASEAN dan kawasan lainnya.

Pemerintah Indonesia menginisiasi festival budaya Melanesian Indonesia (Melindo) dengan mendasarkan klaim komposisi populasi penduduk Melanesia di Indonesia berjumlah 11 juta jiwa terbentang dari Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.

Baca Juga : Tingkatkan Kerja Sama, Pengurus FDBRI Melakukan Kunjungan ke Bappenas

Sebagai mantan Dubes di Selandia Baru, Tantowi sendiri pernah terlibat langsung dalam diplomasi Indonesia di Pasifik, termasuk sebagai Duta Besar RI untuk Selandia Baru, Samoa, dan Tonga, serta Duta Besar Keliling untuk Pasifik. 

Pembicara berikutnya, Dubes Dupito Simamora menyatakan bahwa baik Indonesia maupun Fiji memainkan peran kunci di masing-masing Kawasan. Jakarta menjadi basis sekretariat ASEAN dan Suva menjadi markas Pacific Island Forum. Kehadiran Indonesia di Suva, ibukota Fiji,  tidak hanya penting secara bilateral tapi juga dalam kerangka kerja sama antar kawasan.

Baca Juga : Lawatan Perdana Presiden Prabowo: Sukses dan Sarat Makna

Dubes Simamora menyampaikan peran kunci Fiji sebagai hub cargo, logistik sekaligus transportasi kawasan Pasifik. “Fiji ini merupakan hub untuk cargo dan juga distribusi barang ke seluruh pasifik dan yang kedua, Fiji juga berperan sebagai hub untuk penerbangan ke Kawasan negara-negara kepulauan Pasifik sehingga ini bisa dikatakan pintu utama mereka kalua mereka mau ke bagian negara lainnya baik di Australia maupun New Zealand, bahkan termasuk ke Asia dan Amerika mereka memiliki penerbangan langsung yang itu merupakan kesempatan untuk negara-negara kepulauan untuk mengurangi isolasi yang mereka alami selama ini,” ungkap Dubes Dupito Simamora.

Pembicara ketiga, Dubes Benyamin Carnadi yang pernah menjadi Kepala Perwakilan RI di Suva pada tahun 2018-2023 menambahkan bahwa negara-negara kepulauan di kawasan Pasifik acap kali dilupakan. Padahal, deretan negara kepulauan tersebut merupakan salah satu dari sekian banyak tetangga Indonesia.

”Di Pasifik ini ada sekitar 14 negara dan Fiji adalah salah satu yang terbesar dan termapan serta memiliki konektivitas yang cukup baik sebetulnya. Namun, konektivitas bukan ke arah kita melainkan ke Amerika,” ujar Benyamin Carnadi.  

Baca Juga : Pengalaman Para Diplomat Wajib Dipelajari Pelaku dan Pemerhati Polugri: Kesimpulan Prodi HI Unpad

Mereka punya penerbangan langsung ke San Fransisco dan Los Angeles, lalu ke Singapura tetapi tidak tiap hari. Apakah konektivitas ini akan menjadi salah satu agenda yang diperjuangkan? Tentu, karena sesuai dengan arahan Presiden RI pada waktu itu  yaitu memperkuat diplomasi ekonomi.

Salah satu komponen penting dari diplomasi ekonomi adalah penguatan konektivitas itu, sektor perhubungan. Bagaimana dua negara bisa berhubungan secara ekonomi kalau tidak memiliki jalur perkapalan untuk angkut barang misalnya. atau untuk hubungan antarmanusianya. Yang paling baik memang dengan jalur udara.

Baca Juga : Apresiasi Jerman Terhadap Kepemimpinan Indonesia di Kawasan Indo-Pasifik

Teman-teman di Suva melakukan market intelligence, ternyata barang-barang Indonesia cukup banyak di sana tetapi kebanyakan masuk via Singapura. Kalau dari angka perdagangan, pada 2017 tidak besar yakni US$22 jutaan dan surplusnya ada di kita.

Menyukseskan ”Diplomasi Ekonomi” adalah tugas khusus yang diamanatkan kepada Ben Carnadi dan yang paling ditekankan memang diplomasi ekonomi. ”Kita ingin meningkatkan hubungan perdagangan, konektivitas, jalur penerbangan dan laut. Sebetulnya, Fiji dan negara-negara kepulauan di Pasifik ini memiliki kedekatan geografis dengan kita, sebetulnya tetangga,” imbuh Benyamin Carnadi.

Pembicara terakhir, Direktur Pasifik dan Oseania Kemlu, Adi Dzulfuat menyatakan bahwa Indonesia ingin berkontribusi lebih bagi negara-negara di Pasifik, terutama karena kesamaan ras Melanesia antara Indonesia khususnya Papua dengan negara-negara di kawasan itu.

Baca Juga : Acara Bedah Buku dan Seminar Nasional ASEAN Berlangsung Sukses di Universitas Hazairin Bengkulu

“Kita ingin bisa lebih berkontribusi karena Indonesia merupakan bagian dari keluarga besar Pasifik,” kata Adi Dzulfuad.  “Oleh karena itu dalam konteks kenegaraan maka Indonesia ingin berkontribusi lebih dalam berbagai sektor guna mendukung kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia maupun Pasifik,” ujarnya menambahkan.

Adi menjelaskan, Indonesia berkeinginan meningkatkan kerja sama dengan negara-negara di kawasan Pasifik guna menunjang pembangunan fisik. Indonesia meningkatkan kerja sama ekonomi dengan negara-negara Pasifik Selatan, termasuk perdagangan dan investasi, untuk membangun kepercayaan dan interdependensi.

Baca Juga : ‘Tulisan Para Diplomat Wajib Dibaca Pemerhati Polugri’, Komentar Tantowi Yahya

Pada 2019, Indonesia meluncurkan Indonesian Aid yang kemudian dikelola Lembaga Dana Pembangunan Kerja Sama Internasional (LDPKI) sebagai upaya mendukung diplomasi pembangunan sebagai middle power. Namun, kemampuan finansial yang dimiliki Pemerintah Indonesia masih terbatas pada perannya sebagai alternatif donor di kawasan Pasifik.

Pada tahun 2022, Kemenlu membentuk Direktorat Pasifik dan Oseania sebagai upaya untuk memfokuskan keterlibatan Indonesia di kawasan kepulauan Pasifik. Kehadiran direktorat yang sekarang dipimpinnya tersebut menjadi langkah strategis yang perlu ditunjang oleh sumber daya manusia yang memiliki literasi Pasifik yang baik.

Kemudian, pada 2024, Kemenlu memperluas cakupan pelatihan diplomatik dengan melibatkan negara-negara Pasifik, seperti Fiji, Vanuatu, Papua Niugini, Kepulauan Solomon, dan sekretariat MSG.

Indonesia juga menyediakan beasiswa bagi komunitas Pasifik di beberapa universitas di Indonesia dengan fokus pada kebutuhan dan tantangan eksistensial di kawasan kepulauan Pasifik. Langkah positif yang dilakukan ini perlu diperkuat dengan literasi Pasifik dan konsistensi komitmen sehingga sejumlah upaya yang dilakukan ini dapat sejalan dengan kebutuhan regional kawasan kepulauan Pasifik.

Diskusi yang Menumbuhkan Pemahaman Lebih Dalam

Sebagai kesimpulan Dubes Soehardjono Sastromihardjo menyatakan bahwa diskusi di Kemlu tersebut merupakan sebuah konsolidasi tentang pentingnya pandangan Indonesia tentang Pasifik dari berbagai sisi.

Sebagaimana diketahui tanggal 24 April 2025 Indonesia akan mendengarkan pidato dari Perdana Menteri Republik Fiji, Sitiveni Rabuka mengenai visinya yang berwawasan ke depan, ide-idenya, dan jalan ke depan bagi kawasan ini untuk mencapai Strategi 2050 bagi Benua Pasifik Biru.

Baca Juga : Ini Peran Diplomat dalam Menjalankan Polugri

Sebagai pemimpin terkemuka Negara-negara Kepulauan Pasifik, PM Rabuka diharapkan untuk berbagi visi strategisnya tentang kawasan Pasifik Biru sebagai  “Samudra Damai.” Akan menarik juga untuk mengetahui wawasannya tentang bagaimana Indonesia, ASEAN, dan mitra pembangunan lainnya dapat mendukung Pasifik untuk memenuhi kebutuhan dan harapan Pasifik dalam lingkungan yang kompleks dan penuh pertentangan, secara regional dan di luar itu.

Peluang

Wilayah Pasifik menghadapi isu yang critical yaitu perubahan iklim yang memberikan dampak besar bagi lingkungan.  Dalam skala multilateral negara-negara Pasifik memiliki persamaan posisi dengan negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Isu lain yang diperkirakan dapat memberikan hubungan lebih dekat adalah pengalaman Indonesia menghadapi dan menanggulangi masalah narkoba dan pemberantasan HIV.

Baca Juga : Menyikapi Sikap Uni Eropa Menyangkut Deforestasi

Kesempatan untuk membahas isu Pasifik di Kemlu tersebut merupakan suatu hal yang diharapkan mengingat Perdana Menteri Fiji, Sitiveni Rabuka akan melakukan kunjungan kenegaraan ke Presiden RI Prabowo Subianto dan telah dijadwalkan untuk berbicara di dalam forum ICWA minggu ini dengan dihadiri oleh korps diplomatik dari negara-negara ASEAN dan negara-negara Pasifik.

Sebagai prominent leader di negara-negara kepulauan Pasifik, PM Rabuka diharapkan dapat menyampaikan visi strategisnya bahwa Blue Pacific region sebagai ”Ocean of Peace”. Di dalam visi Polugri Repubilk Fiji 2024 ditulis bahwa engangement dengan negara-negara di luar kawasan termasuk Indonesia adalah sebuah keharusan dan kesempatan untuk maju. Kiranya Indonesia harus memanfaatkan kesempatan itu.

Mengambil istilah Dubes Tantowi Yahya ”Pasifik adalah gadis cantik molek dan kaya. Tetapi overlooked by negara-negara kaya disekitar itu.” Indonesia harus menggunakan kesempatan itu. Banyak persamaan antara Indonesia dengan Pasifik. Contohnya di isu perubahan iklim, kejahatan transnasional, peran aktif dan pemberdayaan masyarakat pesisir di kawasan tersebut,

Baca Juga : Ini Peran Diplomat dalam Menjalankan Polugri

Selaku Ketua Melanesian Spearhead Group dimana Indonesia menjadi associate member sejak 2015, peran PM Rabuka selaku statesman, sangat  terpandang di Pasifik. Ide  dan visinya mengenai ”Pacific: Ocean of Peace” yang dicetuskan oleh PM Rabuka dan akan diadopsi pada KTT Pacific Island Forum pada September 2025 mendatang di Honiara, akan dibahas dalam pertemuan dengan ICWA dan Koprs Diplomatik di Jakarta. Kiranya Indonesia dapat memberikan tanggapan dan kontribusi positif dalam kesempatan pertemuan tersebut. (*)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Wartamedia Network WhatsApp Channel: https://whatsapp.com/channel/0029Vb6hTttLSmbSBkhohb1J Pastikan kalian  sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Exit mobile version