News

Pasar Alat Kesehatan Indonesia 2018 Tembus Rp 13,5 Triliun

Wartaevent.com, Jakarta- Pasar alat kesehatan Indonesia tahun 2018 ini diperkirakan melampaui 1 miliar dollar AS, atau setara Rp 13,5 triliun masih didominasi oleh produk luar negeri hingga 92 persen. Sementara produk lokal masih berkutat di level 8 persen. Untuk itu para inovator lokal didorong untuk masuk ke teknologi kesehatan kelas menengah sehingga daya saing produk lokal dari sisi nilai dan volume bisa bersaing.

“Dari data konservatif yang kita peroleh pasar alkes kita itu tembus 1000 juta dolar AS. Kalau dirupiahkan Rp 13,5 triliun. Itu masih didominasi produk luar misalnya alat CT-Scan impor nilainya bisa Rp 8 miliar. Hitung saja kalau mereka menjual 10 buah. Sementara produsen alkes lokal masih berkutat di teknologi tempat tidur yang harganya mungkin hanya Rp 30 juta, bahkan ada yang lebih murah,” kata Manajer Eksekutif Asosiasi Produsen Alat Kesehatan Indonesia (ASPAKI), Ahyahudin Sodri di sela konferensi pers IndoHCF Award II- 2018 di Kota Kasablanka, Jakarta, Selasa (6/3/2018).

Menurut Ahyaudin, produsen alkes lokal bisa memasuki teknologi menengah yang secara harga dan valuenya bisa diwujudkan. Misalnya saat ini produsen lokal mulai memproduksi alat USG, X-Ray, hingga alat pendukung proses anastesi. Sehingga ditargetkan sekitar tahun 2035 nanti produsen lokal bisa menguasai teknologi alkes kelas menengah tersebut. “Jadi chalenge kita melalui IndoHCF ini kita dorong inovator lokal untuk bisa masuk ke teknologi kelas menengah tersebut,” katanya.

Menanggapi tantangan tersebut, Ketua Umum IndoHCF, Dr. dr. Supriyantoro, SpP, MARS mengatakan produk lokal akan bisa menguasai teknologi alkes kelas menengah sebesar 20-30 persen di tahun 2035, sebagaimana ditargetkan ASPAKI. “Saya kira bisa saja. Sekarang ini sdh ada diversifikasi produk dari industri lokal. Misalnya Indofarma tidak lagi hanya produksi obat, tetapi mulai produksi alkes. Kemudian sari ajang IndoHCF Award 2017, inovasi alkes dari UGM berupa selang yang menghubungkan ke otak pada kasus hidrosefalus sudah dikembangkan oleh Kalbe Farma,” papar Supriyantoro di kesempatan yang sama.

Selain itu, Supriyantoro juga mengungkapkan beberapa inovasi alkes yang berpartisipasi dalam IndoHCF Award 2017 juga dilirik oleh sejumlah investor, baik lokal maupun asing. Antara lain alat pemeriksa ginjal dan jantung. “Mereka (investor) sudah bertanya kepada kami dan kami bantu untuk perkenalkan. Tetapi perkembangan selanjutnya belum kami update lagi sejauh mana kerjasamanya. Tetapi memang investor asing, mereka bukan hanya memasukan produk ke pasar kita, mereka juga dituntut untuk mendukung produksi alkes lokal dengan peran sebagai investor,” katanya.

Ahyahudin menambahkan, memang butuh waktu yang panjang bagi inovasi alkes lokal mencapai tahap produksi. Sebab banyak tahap yang harus dilalui seperti percobaan dan sertifikasi hingga menghasilkan replika. Dari situ akan dinilai sisi teknical visibilty dan economic visibility. “Semuanya diuji secara detail, terutama dari sisi security, apakah aman jika dipakai untuk proses mendukung kesehatan pasien,” jelas dia.

Untuk mendorong peningkatan inovasi alkes lokal, indoHCF bekerjasama dengan IDSMed, sebuah perusahaan diatributor alkes terkemuka, mengelola dana CSR idsMED Indonesia agar lebih berkontribuai bagi industri kesehatan Indonesia melalui program penghargaan bagi inovator lokal di bidang kesehatan, lewat ajang IndoHCF Award.

Ramli Laukaban, VP Director idsMed Indonesia mengatakan, pihaknya menggandeng IndoHCF karena visi yang sama dalam menggerakan inovasi dan layanan kesehatan di Tanah air. “Maka kita dorong melalui  penghargaan bagi individu yang melakukan sesuatu yang ekstra terkait kategori-kategori dalam IndoHCF Award,” kata Ramli.

Supryantoro menjelaskan, CSR idsMed dimanage untuk berkontribusi bagi industri kesehataan. “Kami paham dana pemeritah tidak besar. Untuk mengisi pasar kekosongan, kami mendukung. Tentu kami membawa misi peningatan kesehatan masyarakat Indonesia,” katanya.

Dia menambahkan, karya anak bangsa sangat banyak di bidang kesehatan namun kurang ada yang mewadahi. “Maka kami wadahi melalui IndoHCF. Kami sudah terbitkan buku mengenai harapan dan kenyataan JKN. Juga buku yang memuat 10 besar inovasi per kategori dari IndoHCF Award 2017. Ini bukan milik idsMed. Tetapi diinformasikan kepada  siapapun yang ingin mengembangkan inovasi terbaik untuk menjadi produk nasional,” jelas Supryantoro.

Tahun ini, IndoHCF Award menetapkan lima kategori yakni:

1. Inovasi Kreasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS)
Inovasi / kreasi gerakan masyarakat hidup sehat. Bertujuan untuk mendorong pengembangan kreativitas dalam mengkomunikasikan program gerakan masyarakat hidup sehat kepada masyarakat.

2.  Inovasi SPGDT
Inovasi dalam pengembangan / penguatan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu mulai dari lokasi kejadian sampai dengan dibawa ke rumah sakit. Bertujuan untuk mendukung percepatan integrasi SPGDT di suatu daerah.

3. Inovasi Kesehatan Ibu & Anak
Inovasi dalam upaya peningkatan kesehatan Ibu dan Anak yang sudah diimplementasikan dan dapat diukur keberhasilannya. Bertujuan untuk percepatan tercapainya peningkatan kesehatan Ibu & Anak khususnya dalam upaya menurunkan angka stunting, morbiditas dan mortalitas.

4. Inovasi Alat Kesehatan
Inovasi / temuan di bidang alat kesehatan yang tepat guna dan berdaya guna. Bertujuan untuk mendorong peningkatan produksi alat kesehatan dalam negeri yang berkualitas.

5. Inovasi IT di bidang Smart Health
Inovasi / temuan ICT di bidang kesehatan. Bertujuan untuk mendorong pengembangan ICT di bidang kesehatan baik dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. (Jeh)